Harta Kekayaan Dalam Perkawinan

Harta kekayaan dalam perkawinan telah sesuai dengan CEDAW. Di bidang tersebut, hukum Islam tidak bersumber pada al-Quran atau Sunnah Nabi Muhammad s.a.w. melainkan bersumber pada ijtihad.[1] Ijtihad hukum Islam ditambah dengan UU No.1/1974. Ajaran dan peraturan perundangan tersebut menetapkan bahwa perkawinan pada dasarnya tidak menimbulkan percampuran antara harta suami dan harta isteri.[2]

Dengan perkataan lain, harta suami atau harta isteri yang telah ada pada masa kelangsungan perkawinan tetap menjadi hak suami atau isteri dan dikuasai penuh olehnya.[3] Selanjutnya, harta bawaan dari suami atau isteri dalam keadaan perkawinan di bawah penguasaan masing masing. Akhirnya, harta diperoleh suami atau isteri sebagai hadiah atau warisah dalam keadaan perkawinan juga di bawah penguasaan masing masing.[4] Atas semua bentuk harta tersebut suami dan isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum.[5] Suami isteri masih berhak mengubah ketentuan tersebut melalui perjanjian perkawinan.[6]

Harta suami isteri masing masing tersebut tidak menutup keberadaan harta bersama.[7] Harta bersama diperbolehkan dalam berbagai bentuk.[8] Hak suami dan hak isteri terhadap harta bersama dilindungi. Yaitu, seorang suami atau isteri tidak boleh menjual atau memindahkan harta bersama tanpa persetujuan pihak lain.[9] Lagi pula, harta bersama hanya boleh menjadi barang jaminan untuk salah satu pihak atas persetujuan pihak lainnya.[10] Harta bersama dibagi pada masa putusnya perkawinan.[11] Kedua pihak perkawinan bertanggung jawab sendiri maupun bersama untuk menjaga harta masing masing maupun harta bersama.[12]

Ketentuan hukum Islam maupun peraturan perundangan tersebut tidak melanggar CEDAW.[13] Pasal 16 Ayat (1) huruf f mensyaratkan hak yang sama untuk kedua suami dan isteri bertalian dengan harta benda. Persamaan suami isteri tersebut dijamin hukum Islam. Suami dan isteri berhak mempunyai harta sendiri dan harta bersama dan wajib menjaga harta tersebut tanpa perbedaan antara kedudukan mereka.

[1] - Soemiyati, op. cit. catatan kaki no.268, hal.99.
[2] - Pasal 86 ayat (1) KHI.
[3] - Pasal 86 Ayat (2) KHI.
[4] - Pasal 55 Ayat (2) UU No.1/1974, Pasal 87 Ayat (1) KHI.
[5] - Pasal 36 Ayat (2) UU No.1/1974, Pasal 87 ayat (2) KHI.
[6] - Pasal 35 Ayat (2) UU No.1/1974, Pasal 87 Ayat (1) KHI.
[7] - Pasal 85 KHI. Untuk harta berasma dalam perkawinan yang bersifat isteri lebih dari seorang lihat Pasal 94 KHI.
[8] - Pasal 91 Ayat (1) s/d Ayat (3) KHI
[9] - Pasal 36 Ayat (1) UU No.1/1974, Pasal 92 KHI
[10] - Pasal 91 Ayat (4) KHI.
[11] - Pasal 96 yo. Pasal 97 KHI.
[12] - Pasal 89 yo. Pasal 90 KHI.
[13] - Bagaimanapun, lihat Pasal 95 KHI terhadap hutang suami isteri dalam perkawinan.