Pemiliharaan Anak dalam Perwalian

Ketentuan hukum Islam terhadap pemiliharaan anak bertentangan dengan CEDAW. Di bidang tersebut, ketentuan hukum Islam merupakan syarat untuk dianggap sebagai seorang anak, kekuasaan atau kewajiban ayah ibu terhadap anaknya dan kedudukan anak dalam keadaan perceraian.

Syarat untuk dianggap sebagai seorang anak melanggar CEDAW. Syarat tersebut merupakan batas usia, sahnya seorang anak maupun penegakan sahnya. Batas usia seorang anak untuk berdiri sendiri atau dewasa adalah 21 (dua puluh satu) tahun.[1] Batas usia tersebut gugur jika seorang anak tidak bercacad fisik maupun mental atau belum pernah melangsungkan perkawinan.[2]

Anak yang sah adalah anak yang lahir dalam atau akibat perkawinan yang sah.[3] Anak yang sah pula tercantum anak yang hasil pembuahan suami isteri yang sah di luar rahim dan dilahirkan isteri tersebut.[4] Anak yang tidak sah adalah anak yang lahir di luar perkawinan. Anak tersebut hanya mempunyai hubungan nasab atau perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.[5] Aturan itu mengurangi kedudukan wanita dan tidak bersifat adil.[6]

Sahnya seorang anak hanya dapat dibuktikan dengan akta kelahiran atau putusan Pengadilan Agama.[7] Sahnya dapat diingkari ayahnya melalui Pengadilan Agama.[8] Selanjutnya, sahnya dapat diangkari ayahnya melalui li'an. Li'an bersumber pada al-Quran.[9] Li'an dilakukan dalam keadaan bahwa seorang suami mengingkari sahnya anak sedang isteri tidak menyangkalnya.[10] Li'an berupa pernyataan suami di hadapan sidang Pengadilan Agama yang berbunyi isteri berbuat zina dan telah mengandung atau melahirkan anak. Pernyataan tersebut diikuti penolakan tuduhan isteri. Li'an menimbulkan putusnya perkawinan selama-lamanya.[11]

Sahnya seorang anak maupun penegakannya bertentangan dengan CEDAW. Pasal 16 Ayat (1) huruf d mensyaratkan hak dan tanggung jawab yang sama sebagai orang tua, terlepas dari status kawin mereka, dalam urusan yang berhubungan dengan anak mereka. Namun demikian, dalam semua kasus, kepentingan anak akan diutamakan.

Dalam hukum Islam, tanggung jawab sebagai orang tua dibedakan menurut status kawin mereka. Sebagaimana dijelaskan, jika orang tua tersebut telah kawin, anaknya dianggap sah dan mempunyai hubungan nasab dengan kedua orang tuanya. Jika orang tua tersebut belum kawin, anak itu dianggap tidak sah dan hanya mempunyai hubungan nasab dengan isterinya. Selanjutnya, dalam penegakan sahnya seorang anak, orang tua tidak mempunyai hak yang sama. Sahnya seorang anak dapat diingkari ayahnya baik melalui Pengadilan Agama atau li'an sedangkan tidak dapat diingkari ibunya.

Kewajiban dan kekuasaan ayah ibu terhadap anaknya secara umum telah sesuai dengan CEDAW.[12] Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anaknya sebaik-baiknya.[13] Kewajiban tersebut berlaku sampai anaknya kawin atau dewasa dan masih berlaku setelah putusnya perkawinan.[14] Kedua orang tua wajib merawat dan mengembangkan harta anaknya. Kedua orang tua tidak boleh memindahkan harta anaknya kecualai dalam keadaan digariskan UU No.1/1974.[15] Kedua orang tua harus ganti rugi ditimbulkan kelalaian mereka terhadap kewajiban tersebut.[16]

Selain itu, kedua orang tua berkuasa untuk mewakili anaknya mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan di luar Pengadilan.[17] Ayah bertanggung jawab atas biaya penyusuan anaknya.[18] Ketentuan tersebut telah sesuai dengan Pasal 16 Ayat (1) huruf d CEDAW. Secara umum, kewajiban dan kekuasaan kedua orang tua tidak dibedakan.

Kedudukan anak dalam keadaan perceraian telah sesuai dengan CEDAW. Setelah putusnya perkawinan, pemeliharaan anak dibagi antara kedua bekas pihak perkawinan sebagai berikut. Pemeliharaan anak yang belum berumur 12 (dua belas) tahun atau dianggap mumayyiz menjadi hak ibunya. Pemiliharaan anak yang telah berumur 12 tahun atau sudah mumayyiz menjadi pemilihan anak bersangkutan sendiri. Biaya pemeliharaannya masih ditanggung ayahnya.[19]

Ketentuan tersebut telah sesuai dengan Pasal 16 Ayat (1) huruf d CEDAW. Pasal 16 Ayat (1) huruf d CEDAW mensyaratkan kepentingan anak wajib diutamakan. Dalam keadaan putusnya perkawinan, kepentingan seorang anak yang belum berumur 12 tahun dilindungi jika pemeliharannya menjadi hak ibunya. Selanjutnya, kepentingan seorang anak yang telah berumur 12 tahun dilindungi jika dia boleh memilihi pemeliharaan ayahnya atau ibunya dalam rangka biaya keperluan hidup yang dijamin.

Ketentuan hukum Islam terhadap perwalian telah sesuai dengan CEDAW. UU No.1/1974 beserta KHI menetapkan setiap soal terhadap perwalian dalam rangka persamaan antara pria dan wanita secara sesuai dengan Pasal 16 Ayat (1) huruf f CEDAW.[20]

[1] - Pasal 98 Ayat (1) KHI. Bandingkan Pasal 47 Ayat (1) UU No.1/1974.
[2] - Pasal 98 Ayat (1) KHI, Pasal 47 UU No.1/1974.
[3] - Pasal 99 butir a KHI, Pasal 42 UU No.1/1974.
[4] - Pasal 99 butir b KHI.
[5] - Pasal 100 KHI, Pasal 43 Ayat (1) UU No.1/1974.
[6] - Arifin, op. cit. catatan kaki no.194, hal.123-124.
[7] - Pasal 103 KHI, Pasal 44 UU No.1/1974.
[8] - Pasal 102 KHI.
[9] - Soemiyati, op. cit. catatan kaki no.268, hal.119-120.
[10] - Pasal 101 KHI, Pasal 49 UU No.1/1974.
[11] - Pasal 125 s/d Pasal 128 KHI.
[12] - untuk kewajiban anak lihat Pasal 46 UU No.1/1974.
[13] - Pasal 45 Ayat (1) UU No.1/1974.
[14] - Pasal 45 Ayat (2) UU No.1/1974.
[15] - Pasal 48 UU No.1/1974, Pasal 106 Ayat (1) KHI
[16] - Pasal 106 Ayat (2) KHI.
[17] - Pasal 47 Ayat (2) UU No.1/1974, Pasal 98 Ayat (2) KHI.
[18] - Pasal 104 KHI.
[19] - Pasal 105 KHI.
[20] - Pasal 49 s/d Pasal 53 UU No.1/1974, Pasal 107 yo. Pasal 109 yo. Pasal 110 s/d Pasal 112, Pasal 188 KHI.