Penatausahaan Penerimaan Daerah di Tingkat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
Sebelum berbicara tentang penatausahaan penerimaan daerah, perlu
disampaikan terlebih dahulu tentang pejabat terkait dengan penerimaan
daerah (Pemerintah Daerah) di Tingkat
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), yang terdiri dari:
a.
Gubernur/Wakil Gubernur
b.
Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD)
selaku Bendahara Umum Daerah
c.
Kuasa Pengelola Keuangan Daerah (KPKD)
sebagai kuasa bendahara umum Daerah
d.
Kepala SKPD sebagai pengguna anggaran
e.
Bendahara sebagai kuasa pengguna
anggaran
Meskipun tugas
pelaksanaan dan penatausahaan anggaran lebih cenderung merupakan tugas
Bendahara Umum Daerah, namun sebagai pejabat Eselon III bidang Keuangan (Kabag
Keuangan) harus pula mengetahui tentang pokok-pokok tatacara pelaksanaan dan
penatausahaan anggaran.
Hal-hal yang
harus diperhatikan dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan Daerah adalah:
a. Semua
Penerimaan Daerah harus dilakukan melalui rekening Kas Umum Daerah;
b. Bendahara
Penerimaan wajib menyetor seluruh penerimaan uang ke rekening Kas Umum Daerah
selambat-lambatnya 1 (satu) hari setelah Bendahara menerima uang;
c. Semua
penerimaan harus didukung oleh bukti yang lengkap atas setoran tersebut;
d. Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) tidak boleh melakukan pungutan apapun selain yang
telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah.
Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) yang mempunyai tugas untuk memungut dan/atau menerima
Pendapatan Daerah yang kegiatannya akan berdampak pada Penerimaan Daerah
mempunyai kewajiban untuk lebih mengintensifkan pemungutan dan penerimaan
pendapatan daerah tersebut. Namun demikian, Pendapatan Daerah yang diterima
oleh setiap SKPD tidak dapat dipergunakan langsung untuk membiayai pengeluaran.
Semua
Penerimaan Daerah apabila berbentuk uang harus segera disetor ke Kas Umum
Daerah dan apabila Penerimaan Daerah tersebut berbentuk barang maka akan
menjadi Aset Daerah yang harus dicatat sebagai Inventaris Daerah. Setiap
Pengeluaran Daerah harus dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang berlaku
berdasarkan Peraturan Perundang-undangan.
Selanjutnya,
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 pasal 52 ayat (2) tentang
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Daerah disebutkan bahwa apabila ada komisi,
rabat, potongan atau penerimaan lain dengan nama dan dalam bentuk apapun yang
dapat dinilai dengan uang, baik secara langsung yang timbul sebagai akibat dari
penjualan, tukar-menukar, hibah, asuransi dan/atau pengadaan barang dan jasa
termasuk penerimaam bunga, jasa giro atau penerimaan tidak langsung sebagai
akibat dari penyimpanan dana anggaran pada Bank serta penerimaan dari hasil
pemanfaatan barang daerah atas kegiatan lainnya, maka semua hal tersebut
merupakan Pendapatan Daerah.