a. Tujuan, Sasaran, dan Arah Kebijakan
Tujuan Program Peningkatan Kualitas Proses Politik adalah meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemilihan umum, meningkatkan kualitas partai-partai politik dan organisasi kemasyarakatan, serta partisipasi politik rakyat.
Sasaran Program Peningkatan Kualitas Proses Politik Propenas adalah terwujudnya Pemilu yang demokratis dan transparan, terwujudnya sistem kaderisasi dan mekanisme kepemimpinan nasional yang transparan dan terakunkan (accountable), serta tersedianya fasilitas penyaluran aspirasi masyarakat.
Arah Kebijakan Program ini adalah mengembangkan sistem politik nasional yang berkedaulatan rakyat, demokratis dan terbuka, mengembangkan kehidupan kepartaian yang menghormati keberagaman aspirasi politik, serta mengembangkan sistem dan penyelenggaraan Pemilu yang demokratis dengan menyempurnakan berbagai peraturan perundang-undangan di bidang politik; meningkatkan kemandirian partai politik terutama dalam memperjuangkan aspirasi dan kepentingan rakyat serta mengembangkan fungsi pengawasan secara efektif terhadap kinerja lembaga-lembaga negara dan meningkatan efektivitas, fungsi dan partisipasi organisasi kemasyarakatan, kelompok profesi, dan lembaga swadaya masyarakat dalam kehidupan bernegara; menyelenggarakan pemilihan umum secara lebih berkualitas dengan partisipasi rakyat seluas-luasnya atas dasar prinsip demokratis, langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil dan beradab yang dilaksanakan oleh badan penyelenggara independen dan non-partisan selambat-lambatnya pada tahun 2004.
b. Pelaksanaan
i. Hasil yang Dicapai
Sebagai konsekuensi dari telah diberlakukannnya berbagai perundang-undangan baru di bidang pemilu, kepartaian serta rekrutmen para pejabat publik, kualitas proses politik sudah mengalami perubahan yang sangat drastis. Untuk pertama kalinya di dalam sejarah politik di Indonesia, rakyat memilih presiden secara langsung pada tahun 2004. Pada tahun yang sama, rakyat juga memilih para anggota legislatif yang sudah mengalami perubahan dalam struktur keanggotaannya, yakni parlemen yang memiliki dua kamar (bikameral), serta dihilangkannya keanggotaan parlemen melalui pengangkatan di luar pemilu. Parlemen juga sudah mampu melakukan proses seleksi kewajaran dan kepantasan (fit and proper test) yang cukup transparan terhadap para pejabat publik.
Kepartaian yang sejak pemilu 1999 sudah menganut sistem multipartai, pada pemilu 2004 makin menunjukkan kristalisasi dengan munculnya beberapa partai politik yang dominan. Karena partai-partai yang berorientasi pada asas-asas kepartaian politik modern sudah cukup kuat berakar, maka partai-partai primordial yang saat ini masih cukup besar, secara alamiah diharapkan tidak lagi mendominasi kehidupan politik dan penyelenggaraan negara di masa depan. Kehidupan kepartaian, termasuk proses pembentukan aliansi, koalisi, kompromi dan konsensus antar partai dan tokoh-tokoh partai dalam pemilu legislatif maupun pemilu presiden, tampak sudah banyak mengalami proses rasionalisasi. Sejalan dengan makin kritis dan terdidiknya masyarakat, hubungan partai-partai dan massa tampak makin berorientasi pada kredibilitas pelaksanaan visi-misi serta program, serta makin kurang terfokus hanya pada latar belakang aliran, agama dan ideologi.
Lembaga-lembaga yang dibentuk untuk meningkatkan kualitas proses politik, seperti Mahkamah Konstitusi, KPU, dan Panwaslu, sudah memainkan peranan aktifnya masing-masing dalam mempersiapkan pemilu (KPU), mengadili sengketa pemilu (Mahkamah Konstitusi), dan mengawasi jalannya pemilu (Panwaslu). Pada tingkat masyarakatpun, bermunculan organisasi-organisasi yang berinisiatif sebagai watchdog dari proses-proses politik yang terjadi secara begitu intens selama tahun 2004. Dalam keseluruhan proses persiapan, penyelenggaraan, dan pengawasan pemilu yang terjadi pada 2004, keterlibatan pemerintah sangat minimal. Kerja keras lembaga-lembaga yang disebutkan di atas serta luasnya partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemilu, termasuk di dalam mengawasi penyelenggaraannya, merupakan pertanda awal dari berjalannya proses transformasi politik ke arah yang benar. Walaupun pada awalnya banyak kalangan yang menyatakan pesimistis atas keberhasilan pemilu, ternyata pemilu dapat berjalan relatif sukses.
ii. Permasalahan dan Tantangan
Salah satu kelemahan yang masih perlu diperbaiki dalam peningkatan kualitas proses politik adalah masih besarnya kesenjangan antara pertumbuhan jumlah partai dengan peningkatan kualitas organisasi kepartaian dan miskinnya visi dalam kehidupan politik partai-partai yang ada. Selain itu, penyelenggaraan pemilu masih menunjukkan beberapa kelemahan pengorganisasian, seperti masalah kecurangan penghitungan suara, kelemahan akomodasi dan pengadaan perlengkapan pemilu serta penggunaan teknologi informasi yang akurasinya banyak mengundang kritik masyarakat. Walaupun kelembahan-kelemahan ini bukan hanya akibat dari kelemahan Komisi Pemilihan Umum (KPU), melainkan juga karena lemahnya perundang-undangan yang ada serta rendahnya kesadaran berbagai pihak yang terlibat dalam pemilu untuk mentaati peraturan-peraturan perundangan yang berkaitan dengan pemilu.
Tantangan yang besar adalah merasionalkan proses-proses politik dan membersihkannya dari praktek-praktek yang bertentangan ataupun dapat mendistorsi tujuan-tujuan yang hakiki dari demokrasi. Masalah yang masih kuat dalam berlangsungnya proses demokratisasi dewasa ini adalah masih kuatnya penggunaan praktek politik uang (money politic) dalam berbagai kegiatan politik.
Permasalahan dan tantangan dalam realitas proses politik memang tidak hanya dapat diatasi secara politik belaka, namun terkait erat juga dengan penegakan hukum. Persoalan-persoalan pelanggaran pidana dalam proses politik seperti dalam proses pemilu, maksimal hanya akan menjadi wacana publik melalui media-media massa, tidak dapat diselesaikan secara meyakinkan melalui proses pengadilan yang cepat dan mengikat para pihak yang bersengketa.
iii. Tindak Lanjut
Salah satu hal terpenting dalam meningkatkan kualitas proses politik adalah membenahi kapasitas pengorganisasian proses penyelenggaraan pemilu. Termasuk ke dalamnya adalah memperkuat kewenangan lembaga pengawas pemilu dalam melakukan kontrol terhadap berbagai potensi penyelewengan penyelenggaraan proses pemilu.
Hal lain adalah mendorong proses rekrutmen politik yang lebih rasional dan terbuka, tidak hanya berdasarkan pertimbangan emosional melalui proses yang tidak transparan. Untuk itulah mekanisme debat publik perlu didorong dan difasilitasi secara lebih intensif, agar publik mengetahui kelayakan visi dan misi para wakil dan para pemimpin politiknya, serta dapat menilainya secara kritis. Publik perlu didorong untuk lebih mampu merumuskan standar dan parameter yang jelas bagi penyaringan para pejabat politik yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, baik dari segi kemampuan, sikap dan karakter, etika politik, maupun kejujurannya. Pola-pola penyaringan terhadap para anggota parlemen dan para calon presiden yang sudah dilaksanakan oleh negara-negara demokrasi maju dapat dijadikan acuan, untuk menguji integritas dan visi kepemimpinan dari para calon. Demikian juga proses uji kelayakan terhadap para pejabat publik. Metode uji kelayakan yang sudah berjalan selama ini di DPR, perlu diperluas jangkauannya ke berbagai tingkat dan diperbaiki kualitasnya, serta dengan keterbukaan yang lebih besar terhadap penilaian masyarakat umum.
Satu hal lain yang tidak boleh dilupakan adalah berlanjutnya komitmen politik yang kuat terhadap pentingnya memelihara dan melanjutkan berbagai wacana dan forum untuk mengembangkan proses komunikasi politik yang lebih sehat, bebas dan efektif. Wacana komunikasi yang sehat sangat berhubungan erat dengan terbukanya arus informasi media massa serta keterbukaan sumber-sumber informasi lainnya. Kemerdekaan pers dan media massa sangat menentukan dalam membangun proses politik yang lebih sehat dan demokratis.
[1]) Peningkatan kualitas proses politik dititikberatkan pada proses “pengalokasian/representasi” kekuasaan
Tujuan Program Peningkatan Kualitas Proses Politik adalah meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemilihan umum, meningkatkan kualitas partai-partai politik dan organisasi kemasyarakatan, serta partisipasi politik rakyat.
Sasaran Program Peningkatan Kualitas Proses Politik Propenas adalah terwujudnya Pemilu yang demokratis dan transparan, terwujudnya sistem kaderisasi dan mekanisme kepemimpinan nasional yang transparan dan terakunkan (accountable), serta tersedianya fasilitas penyaluran aspirasi masyarakat.
Arah Kebijakan Program ini adalah mengembangkan sistem politik nasional yang berkedaulatan rakyat, demokratis dan terbuka, mengembangkan kehidupan kepartaian yang menghormati keberagaman aspirasi politik, serta mengembangkan sistem dan penyelenggaraan Pemilu yang demokratis dengan menyempurnakan berbagai peraturan perundang-undangan di bidang politik; meningkatkan kemandirian partai politik terutama dalam memperjuangkan aspirasi dan kepentingan rakyat serta mengembangkan fungsi pengawasan secara efektif terhadap kinerja lembaga-lembaga negara dan meningkatan efektivitas, fungsi dan partisipasi organisasi kemasyarakatan, kelompok profesi, dan lembaga swadaya masyarakat dalam kehidupan bernegara; menyelenggarakan pemilihan umum secara lebih berkualitas dengan partisipasi rakyat seluas-luasnya atas dasar prinsip demokratis, langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil dan beradab yang dilaksanakan oleh badan penyelenggara independen dan non-partisan selambat-lambatnya pada tahun 2004.
b. Pelaksanaan
i. Hasil yang Dicapai
Sebagai konsekuensi dari telah diberlakukannnya berbagai perundang-undangan baru di bidang pemilu, kepartaian serta rekrutmen para pejabat publik, kualitas proses politik sudah mengalami perubahan yang sangat drastis. Untuk pertama kalinya di dalam sejarah politik di Indonesia, rakyat memilih presiden secara langsung pada tahun 2004. Pada tahun yang sama, rakyat juga memilih para anggota legislatif yang sudah mengalami perubahan dalam struktur keanggotaannya, yakni parlemen yang memiliki dua kamar (bikameral), serta dihilangkannya keanggotaan parlemen melalui pengangkatan di luar pemilu. Parlemen juga sudah mampu melakukan proses seleksi kewajaran dan kepantasan (fit and proper test) yang cukup transparan terhadap para pejabat publik.
Kepartaian yang sejak pemilu 1999 sudah menganut sistem multipartai, pada pemilu 2004 makin menunjukkan kristalisasi dengan munculnya beberapa partai politik yang dominan. Karena partai-partai yang berorientasi pada asas-asas kepartaian politik modern sudah cukup kuat berakar, maka partai-partai primordial yang saat ini masih cukup besar, secara alamiah diharapkan tidak lagi mendominasi kehidupan politik dan penyelenggaraan negara di masa depan. Kehidupan kepartaian, termasuk proses pembentukan aliansi, koalisi, kompromi dan konsensus antar partai dan tokoh-tokoh partai dalam pemilu legislatif maupun pemilu presiden, tampak sudah banyak mengalami proses rasionalisasi. Sejalan dengan makin kritis dan terdidiknya masyarakat, hubungan partai-partai dan massa tampak makin berorientasi pada kredibilitas pelaksanaan visi-misi serta program, serta makin kurang terfokus hanya pada latar belakang aliran, agama dan ideologi.
Lembaga-lembaga yang dibentuk untuk meningkatkan kualitas proses politik, seperti Mahkamah Konstitusi, KPU, dan Panwaslu, sudah memainkan peranan aktifnya masing-masing dalam mempersiapkan pemilu (KPU), mengadili sengketa pemilu (Mahkamah Konstitusi), dan mengawasi jalannya pemilu (Panwaslu). Pada tingkat masyarakatpun, bermunculan organisasi-organisasi yang berinisiatif sebagai watchdog dari proses-proses politik yang terjadi secara begitu intens selama tahun 2004. Dalam keseluruhan proses persiapan, penyelenggaraan, dan pengawasan pemilu yang terjadi pada 2004, keterlibatan pemerintah sangat minimal. Kerja keras lembaga-lembaga yang disebutkan di atas serta luasnya partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemilu, termasuk di dalam mengawasi penyelenggaraannya, merupakan pertanda awal dari berjalannya proses transformasi politik ke arah yang benar. Walaupun pada awalnya banyak kalangan yang menyatakan pesimistis atas keberhasilan pemilu, ternyata pemilu dapat berjalan relatif sukses.
ii. Permasalahan dan Tantangan
Salah satu kelemahan yang masih perlu diperbaiki dalam peningkatan kualitas proses politik adalah masih besarnya kesenjangan antara pertumbuhan jumlah partai dengan peningkatan kualitas organisasi kepartaian dan miskinnya visi dalam kehidupan politik partai-partai yang ada. Selain itu, penyelenggaraan pemilu masih menunjukkan beberapa kelemahan pengorganisasian, seperti masalah kecurangan penghitungan suara, kelemahan akomodasi dan pengadaan perlengkapan pemilu serta penggunaan teknologi informasi yang akurasinya banyak mengundang kritik masyarakat. Walaupun kelembahan-kelemahan ini bukan hanya akibat dari kelemahan Komisi Pemilihan Umum (KPU), melainkan juga karena lemahnya perundang-undangan yang ada serta rendahnya kesadaran berbagai pihak yang terlibat dalam pemilu untuk mentaati peraturan-peraturan perundangan yang berkaitan dengan pemilu.
Tantangan yang besar adalah merasionalkan proses-proses politik dan membersihkannya dari praktek-praktek yang bertentangan ataupun dapat mendistorsi tujuan-tujuan yang hakiki dari demokrasi. Masalah yang masih kuat dalam berlangsungnya proses demokratisasi dewasa ini adalah masih kuatnya penggunaan praktek politik uang (money politic) dalam berbagai kegiatan politik.
Permasalahan dan tantangan dalam realitas proses politik memang tidak hanya dapat diatasi secara politik belaka, namun terkait erat juga dengan penegakan hukum. Persoalan-persoalan pelanggaran pidana dalam proses politik seperti dalam proses pemilu, maksimal hanya akan menjadi wacana publik melalui media-media massa, tidak dapat diselesaikan secara meyakinkan melalui proses pengadilan yang cepat dan mengikat para pihak yang bersengketa.
iii. Tindak Lanjut
Salah satu hal terpenting dalam meningkatkan kualitas proses politik adalah membenahi kapasitas pengorganisasian proses penyelenggaraan pemilu. Termasuk ke dalamnya adalah memperkuat kewenangan lembaga pengawas pemilu dalam melakukan kontrol terhadap berbagai potensi penyelewengan penyelenggaraan proses pemilu.
Hal lain adalah mendorong proses rekrutmen politik yang lebih rasional dan terbuka, tidak hanya berdasarkan pertimbangan emosional melalui proses yang tidak transparan. Untuk itulah mekanisme debat publik perlu didorong dan difasilitasi secara lebih intensif, agar publik mengetahui kelayakan visi dan misi para wakil dan para pemimpin politiknya, serta dapat menilainya secara kritis. Publik perlu didorong untuk lebih mampu merumuskan standar dan parameter yang jelas bagi penyaringan para pejabat politik yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, baik dari segi kemampuan, sikap dan karakter, etika politik, maupun kejujurannya. Pola-pola penyaringan terhadap para anggota parlemen dan para calon presiden yang sudah dilaksanakan oleh negara-negara demokrasi maju dapat dijadikan acuan, untuk menguji integritas dan visi kepemimpinan dari para calon. Demikian juga proses uji kelayakan terhadap para pejabat publik. Metode uji kelayakan yang sudah berjalan selama ini di DPR, perlu diperluas jangkauannya ke berbagai tingkat dan diperbaiki kualitasnya, serta dengan keterbukaan yang lebih besar terhadap penilaian masyarakat umum.
Satu hal lain yang tidak boleh dilupakan adalah berlanjutnya komitmen politik yang kuat terhadap pentingnya memelihara dan melanjutkan berbagai wacana dan forum untuk mengembangkan proses komunikasi politik yang lebih sehat, bebas dan efektif. Wacana komunikasi yang sehat sangat berhubungan erat dengan terbukanya arus informasi media massa serta keterbukaan sumber-sumber informasi lainnya. Kemerdekaan pers dan media massa sangat menentukan dalam membangun proses politik yang lebih sehat dan demokratis.
[1]) Peningkatan kualitas proses politik dititikberatkan pada proses “pengalokasian/representasi” kekuasaan