Sejarah Perkembangan Ilmu Administrasi Negara
Administrasi Negara sebenarnya sudah ada semenjak
dahulu kala, asal mula Administrasi Negara yakni di Eropa dan Amerika Serikat.
Administrasi negara akan timbul dalam suatu masyarakat yang terorganisir. Dalam
catatan sejarah peradaban manusia di Asia Selatan termasuk di Indonesia, Cina
dan Mesir Kuno, dahulu sudah didapatkan suatu sistem penataan pemerintahan.
Sistem penataan tersebut pada saat ini dikenal dengan sebutan Administrasi
Negara.
Apa
yang dicapai dan diberikan oleh administrasi negara sekarang, tidak lepas dari
upaya-upaya yang tidak kenal lelah yang telah dilakukan oleh para peletak dasar
dan pembentuk administrasi yang dahulu. Administrasi modern penuh dengan usaha
untuk lebih menekan jabatan publik agar mempersembahkan segala kegiatannya
untuk mewujudkan kemak-muran dan melayani kepentingan umum. Karena itu, administrasi
negara tidak dipandang sebagai administrasi “of the public”, tetapi sebaliknya
adalah administrasi “for the public”.
Ide ini sebenarnya bukanlah baru.
Orientasi semacam ini telah dicanangkan dengan jelas dalam ajaran Confusius dan
dalam “Pidato Pemakaman” Pericles, bahkan dalam kehidupan bangsa Mesir kuno.
Bukti – bukti sejarah dengan jelas membuktikan upaya-upaya yang sistematis,
yang dikobarkan oleh tokoh-tokoh seperti Cicero dan Casiodorus. Selama abad
ke-16 – 18 tonggak kemapanan admi-nistrasi negara Jerman dan Austria telah
dipancangkan oleh kaum Kameralis yang memandang administrasi sebagai teknologi.
Administrasi negara juga memperoleh perhatian penting di Amerika, terutama
setelah negara ini merdeka. Apa yang dikemukakan oleh Cicero dalam De Officiis
misalnya, dapat ditemukan dalam kode etik publik dari kerajaan-kerajaan lama.
Hal yang umum muncul di antara mereka adalah adanya harapan agar administrasi
negara melakukan kegiatan demi kepentingan umum dan selalu mengembangkan
kemakmuran rakyat. Dengan kata lain, administrasi negara tidak seharusnya
mengeruk kantong kantornya (korupsi) demi kepentingan dirinya sendiri.
Administrasi Negara modern yang
dikenal saat ini merupakan produk dari suatu masyarakat feodal yang tumbuh
subur di negara-negara Eropa. Negara-negara di daratan Eropa yang semuanya
dikuasai oleh kaum feodal, bangsawan dan kaum ningrat kerajaan berusaha untuk
mengkokohkan pemerintahannya. Dengan semakin tumbuhnya perkembangan masyarakat,
sentralisasi kekuasaan dan pertanggungjawaban dalam pemerintahan monarki
menimbulkan suatu kebutuhan untuk mendapatkan korps administrator yang cakap,
penuh dedikasi, stabil, dan integritas. Korps administrator ini pada gilirannya
nanti akan menjadi tenaga spesialis pada masing-masing bidang dan jabatan yang
beraneka pada tataran pemerintahan nasional. Kebutuhan akan suatu sistem mulai
dirasakan, yakni suatu sistem untuk menata sentralisasi kekuasaan dan
pertanggungjawaban pemerintahan.
Salah satu perwujudan kebutuhan
suatu sistem penataan pemerintahan yang sistematis tersebut di Prusia dan
Austri dikenal dengan sistem kameralisma
(cameralism). Sistem ini dapat dikatakan sebagai awal mulanya administrasi
negara. Kameralisame ini dirancang untuk mencapai efisiensi manajemen yang
tersentralisasi dan paternalistik, yang ditandai oleh corak perekonomian yang
merkantilistik. Gejala diperlukannya sistem penataan administrasi pemerintahan
seperti di Prusia dan Austria tersebut, kemudian diperkuat di prancis sekitar
abad ke-18 dengan usaha-usaha untuk mengembangkan teknologi dan enjinering .
Walaupun unsur-unsur kameralisme dan
teknologi Prancis telah memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
administrasi negara di berbagai negara Eropa pada waktu itu. Akan tetapi,
esensi dari unsur-unsur tersebut tampaknya mulaimemudar ketika terjadi Revolusi
Prancis dan juga ketika zaman Napoleon. Titik berat perhatian mulai beralih
diberikan kepada hak-hak individu dan kewajiban-kewajiban negara untuk
melindungi hak-hak tersebut. Sistem perekonomian laisezz-faire mulai dimanjakan. Kondifikasi hukum dan
perkembangan-perkembangan di bidang lain yang memimpin kearah terciptanya suatu
kemerdekaan untuk berbeda pendapat dalam negara danadministrasi mulai mewarnai
admnistrasi pemerintahan waktu itu. Esensi ini pada kemudian hari menimbulkan
suatu rasa kewajiban dan loyalitas kepada negara melalui suatu usaha penafsiran
dan aplikasi hukum yang adil (fair-handed),
dan kebutuhan untuk menetapkan keabsahan dalam mengungkapkan
keinginan-keinginan kepada pemerintah. Suatu ungkapan pendapat yang menyarankan
agar pejabat-pejabat tinggi yang permanen (senior
permanent officer) seharusnua dididik
terlebih dahuli di bidang hukum, merupakan suatu kenyataan atas esensi
tersebut. Timbullah waktu itu suatu ungkapan yang menyatakan sebgaia berikut:
“Negara adalah
berkuasa, sentralisasi dan abasi (durable),
Adapun birokrasi yang berorientasi legalistik haruslah mengabdikan kepada
fungsi yang menjamin adanya stabilitas yang langgeng dan mampu menyatakan untuk
melindungi keinginan-keinginannya”
Pandangan yang legalistik dari
sistem negara dan birokrasinya ini terdapat pada hampir sebagian besar negara-negara
Eropa Barat, dan dalam kadar derajatnya yang lebih kecil terdapat pula pada
negara-negara Eropa Timur demikian pula pada negara-negara baru bekas jajahan
dari negara-negara Eropa tersebut.
Inggris Raya dan Amerika Serikat
pada gilirannya mengembangkan sistem administrasi negaranya yang sangat berbeda
satu sama lain dengan sistem di daratan Eropa tersebut. Kedua negara ini tidak
maumengadopsi pandangan mistik Eropa mengenai negara dan meninggalkan tradisi
kodifikasi tata hukumnya. Inggris telah lama mempercayakan tanggungjawab
administrasi pemerintahannya pada cara perwakilan dari para bangsawan dan
orang-orang yang berpindidikan tinggi. Sampai dengan akhir abad ke-18 dan awal
abad ke-19 sebagian besar kaum bangsawan berasal dari tuan tanah di pedesaan (rural-estate). Baru pada waktu diadakan
perombakan pegawai-pegawai pemerintahan di abad ke-19, maka kemudian hampir
sebagian besar administrator berasal dari kaum pedagang (mercantile) dan klas-klas usahawan di kota-kota. Selanjutnya pada
akhir abad ke-19, mereka telah mulai menerapkan proses seleksi yang
berlandaskan pada ujian yang bersifat kompetitif yang keras darilulusan-lulusan
universitas, terutama dai Oxford dan Cambridge.
Dalam ujian-ujian ini
diajukanbeberapa materi di antaranya hukum administrasi seperti yang terjadi di
daratan Eropa, dan spesialisasi-spesialisasi lainnya yang bertalian secara
langsung dengan administrasi negara yang masih terpusat pada sifat-sifat klasik
dan kemanusiaan. Cara rekruitment untuk memasuki dinas-dinas administrasi
pemerintahan di Inggris ini masih berlangsung dengan perubahan disana-sini,
sampai akhir tahun 1060-an. Sistem ini dirancang untuk memperoleh
administrator-administrator yang generalis, cerdas dan mempunyai prespektif
profesional. Mereka mempelajari administrasi dan segala kegiatan untuk
mengadministrasikan pekerjaan.
Administrasi telah lebih banyak
dipelajari sebagai suatu hal yang bisa meberikan pelayanan terhadap pemberian
saran dan kebijaksanaan kepada menteri, dan sedikti dopelajari sebagai proses
manajemen ke dalam (internal management)
dibandingkan dengan sebagian besar negara-negara lainnya. Pada umumnya
administrasi negara di Inggris lebih bersifat sentralisasi dengan sistem
pengawasan yang terpusatkan dalam Departemen Keuangan.
Administrasi negara di negara-negara
jajahan di Amerika, baik dalam pemerintahan negara bagian, maupun pemerintahan
nasional mulai dengan suatu model yang dikembangkan dari negara induknya.
Administrasi dilakukan oleh para bangsawan yang berada di Selatan dan
dijalankan oleh para bangsawan pedagang dan industriwan di daerah Utara.
Administrasi tidak dipahami sebagai suat jenis aktivitas atau jabatan
yangberbeda dan dapat dipisahkan, dan istilah ini tidak digunakan atau
dicantumkan dalam konstitusi Amerika.
Ada tiga struktur dasar yang
membedakan dengan sistem administrasi di Inggris. Pertama, sistem federal dari khususnya sistem kekuasaan yang
terbatas pada pemerintahan nasional. Kedua,
pemisahan kekuasaan eksekutif dari kekuasaan legislatif di tingkat pemerintahan
nasional, negara bagian dan tingkat kota. Ketiga,
besarnya rasa takut dan tidak percaya atas memusatnya kekuasaan
eksekutif.perasaan ini sebenarnya merupakan salah satu penyebab Revolusi
Amerika.
Perkembangan evolusioner administrasi negara diuraikan melalui
pendekatan tradisional, pendekatan perilaku, pendekatan pembuatan keputusan
(desisional) dan pendekatan ekologis. Secara khusus, pendekatan tradisional
mengungkapkan tentang pengaruh ilmu politik, sebagai induk administrasi negara,
pendekatan rasional dalam administrasi dan pengaruh Gerakan Manajemen Ilmiah
terhadap perkembangan administrasi negara.
Di antara empat pendekatan yang diajukan, tidak ada satu pun pendekatan
yang lebih unggul daripada pendekatan-pendekatan yang lain, karena setiap
pendekatan berjaya pada sesuatu masa, di samping kesadaran bahwa setiap
pendekatan mempunyai kelebihan dan kekurangan. Karena administrasi mengandung
berbagai macam disiplin, sehingga cara pendekatan dan metodologi dalam
administrasi juga beraneka ragam, maka administrasi negara merupakan bidang
kajian yang dinamis. Selanjutnya sukar untuk secara khusus menerapkan
satu-satunya pendekatan terbaik terhadap aspek administrasi tertentu. Kiranya
lebih bermanfaat untuk mempergunakan keempat cara pendekatan tersebut sesuai
dengan aksentuasi dari sesuatu gejala yang diamati.
Pengaruh politik terhadap administrasi negara selalu besar, tidak
peduli kapan pun masanya. Hal ini disebabkan oleh adanya gejala di semua negara
yang menunjukkan bahwa setiap pemerintah disusun di atas tiga cabang
pemerintahan (legislatif, eksekutif, dan yudikatif). Hubungan terus menerus
administrasi dengan politik mencerminkan keberlanjutan hubungan antara lembaga
eksekutif dengan lembaga legislatif, sebagaimana dicerminkan dalam dua tahap
pemerintahan, yakni tahap politik dan tahap administrasi. Jika tahap pertama
merupakan tahap perumusan kebijakan, maka tahap kedua merupakan tahap
implementasi kebijakan yang telah ditetapkan dalam tahap pertama.