Teori
Keunggulan komparatif : Jhon Stuart Mill
Teori
ini menyatakan bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh banyaknya tenaga kerja
yang dicurahkan untuk memproduksi barang tersebut. Makin banyak tenaga kerja
yang digunakan untuk memproduksi suatu barang, makin mahal harga barang tersebut.
Suatu negara akan memproduksi dan mengekspor barang yang memiliki keunggulan komparatif terbesar dan mengimpor barang yang memiliki relatif kerugian komparatif. Atau dengan kata lain suatu negara akan memproduksi dan mengekspor barang yang dapat dihasilkan dengan harga relatif murah dan mengimpor barang yang apabila diproduksi sendiri menggunakan ongkos produksi yang relatif lebih besar.
Pada dasarnya teori keunggulan komparatif yang dikemukakan David Ricardo dan J.S. Mill sama, yang membedakan adalah penentuan dasar tukar internasional (DTI). Menurut Ricardo bahwa perdagangan yang dapat memberikan keuntungan kedua belah pihak adalah DTI 1 : 1, sedangkan J.S. Mill DTI tidak perlu 1 : 1, asalkan DTI berada di antara DTD masing-masing negara, maka perdagangan kedua belah pihak dapat dilaksanakan dengan memberikan keuntungan kedua-duanya.
Tabel 5 : Keunggulan komparatif berdasarkan jam kerja per satuan output : J.S. Mill.
Negara
|
Sutra
|
Permadani
|
Dasar
Tukar Domestik (DTD)
|
Iran
|
2
jam/meter
|
4
jam/meter
|
1
meter permadani = 2 meter sutra
|
Indonesia
|
1
jam/meter
|
5
jam/meter
|
1
meter permadani = 5 meter sutra
|
Berdasarkan tabel 5 apabila DTI 1 : 1, maka perdagangan antara Iran dan Indonesia tidak akan terjadi, karena kedua negara hanya bersedia menukarkan sutra untuk memperoleh permadani. Jika Iran berspesialisasi pada permadani, maka dengan DTI 1 meter permadani = 1 meter sutra berarti dalam perdagangan internasional Iran akan mengalami kerugian sebesar 1 meter sutra (yaitu dari 2 meter sutra yang dapat ditukarkan dengan 1 meter permadani di dalam negeri, sedangkan di luar negeri Iran hanya akan memperoleh 1 meter sutra). Sebaliknya, Indonesia jika berspesialisasi pada sutra, maka akan mengalami keuntungan sebanyak 4 meter sutra (yaitu dari 5 meter sutra yang dapat ditukarkan dengan 1 meter permadani di dalam negeri, maka di luar negeri hanya ditukarkan sebanyak 1 meter sutra untuk memperoleh 1 meter permadani, yang berarti Indonesia akan memperoleh efisiensi sebanyak 4 meter sutra).
Selanjutnya, jika diandaikan Iran berspesialisasi pada sutra, maka dengan DTI 1 meter permadani : 1 meter sutra, Iran akan memperoleh keuntungan sebesar 1 meter sutra, karena di dalam negeri untuk memperoleh 1 meter permadani harus ditukarkan dengan sutra sebanyak 2 meter. Sebaliknya, jika Indonesia berspesialisasi pada permadani, maka dengan DTI 1 meter permadani = 1 meter sutra, Indonesia akan mengalami kerugian sebanyak 4 meter sutra, karena di dalam negeri jika 1 meter permadani ditukar dengan sutra, maka akan diperoleh sebanyak 5 meter sutra.
Berdasarkan dua kondisi yang digambarkan di atas, maka hubungan perdagangan antara dua Iran dan Indonesia tidak akan terjadi. Hal tersebut disebabkan karena, ada negara yang mengalami keuntungan, tetapi negara lainnya mengalami kerugian.
Menurut J.S. Mill, berdasarkan data pada tabel 5, perdagangan antara Iran dan Indonesia dapat terjadi dan memberikan keuntungan kedua belah pihak apabila DTI berada di antara DTD masing-masing negara, misalnya DTI 1 meter permadani = 3 meter sutra.
Tabel 5 menunjukkan bahwa Iran memiliki keunggulan komparatif atas permadani, karena waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi permadani lebih sedikit dibanding waktu yang digunakan untuk memproduksi sutra. Sebaliknya Indonesia memiliki keunggulan komparatif atas sutra. Apabila kedua negara melakukan perdagangan, maka Iran akan berspesialisasi pada produksi permadani dan mengekspornya ke Indonesia kemudian akan mengimpor sutra dari Indonesia. Sebaliknya dengan Indonesia akan mengekspor sutra dan mengimpor permadani. Melalui perdagangan internasional Iran akan memperoleh 3 meter sutra yang ditukar dengan 1 meter permadani, sehingga memperoleh keuntungan sebanyak 1 meter sutra. Di pihak lain, Indonesia akan memperleh keuntungan dengan hanya menukarkan 3 meter sutra untuk memperoleh 1 meter permadani, yang berarti Indonesia akan memperoleh efisiensi yang setara dengan 2 meter sutra.
Tabel 6 : Keunggulan komparatif berdasarkan output
per jam kerja tenaga kerja (8 jam kerja/hari) : J.S. Mill.
Negara
|
Sutra
|
Permadani
|
Dasar
Tukar Domestik (DTD)
|
Iran
|
4
meter
|
2
meter
|
1 meter permadani = 2 meter
sutra;
2 meter permadani = 4 meter sutra
|
Indonesia
|
8
meter
|
1,6
meter
|
1 meter permadani = 5 meter
sutra;
1,6 meter permadani = 8 meter sutra
|
Berdasarkan tabel 6 apabila Iran dan Indonesia melakukan perdagangan dengan DTI 1 meter permadani = 3 meter sutra, maka bila Iran mengekspor permadani sebanyak 2 meter, ia akan memperoleh sutra sebanyak 6 meter, sedangkan perdagangan domestik 2 meter permadani hanya bernilai 4 meter sutra. Selanjutnya Indonesia bila mengekspor sutra sebanyak 8 meter, ia akan memperoleh permadani sebanyak 2,67 meter, sedangkan di domestik 8 meter sutra hanya bernilai 1,6 meter permadani. Dengan demikian perdagangan internasional akan memberikan manfaat bagi kedua negara yang berdagang, baik dalam bentuk peningkatan produksi, konsumsi maupun kesejahteraan masyarakat di kedua negara.