Asal Usul Ekonomi di Indonesia - Berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 dijelaskan bahwa sistem ekonomi yang diterapkan Indonesia tak lepas dari prinsip-prinsip dasar yang tercancum dalam Pancasila dan UUD 1945. Ketentuan-ketentuan dasar konstitusional tentang kehidupan ekonomi berdasarkan pancasila dan UUD 1945(sebelum diamandemen) taercantum pada pasal-pasal berikut: 27, 33 dan 34 UUD 1945.
Pada pasal 33 menetapkan 3 hal:
1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan
2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak
3. SDA dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat
Pasal 27 ayat 2 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan serta penghidupan yang layak.
Sedangkan pasal 34 menetapkan bahwa masyarakat miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.
Sedangkan pasal 34 menetapkan bahwa masyarakat miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.
1. Masa penjajahan Belanda
Sistem ekonomi yang diterapkan Indonesia selama penjajahan belanda dibagi jadi 3 bagian, yaitu :
a. Sistem merkantilisme (VOC) 1600-1800
Adalah sistem ekonomi yang ditandai dengan adanya campur tangan pemerintah secara ketat dan menyeluruh dalam kehidupan perekonomian untuk memupuk kekayaan sebanyak-banyakanya sebagai ukuran kekayaan, kesejahteraan dan kekuasaan yang dimiliki Negara tersebut.
Adalah sistem ekonomi yang ditandai dengan adanya campur tangan pemerintah secara ketat dan menyeluruh dalam kehidupan perekonomian untuk memupuk kekayaan sebanyak-banyakanya sebagai ukuran kekayaan, kesejahteraan dan kekuasaan yang dimiliki Negara tersebut.
Belanda melimpahkan wewenang untuk mengatur Hindia Belanda kepada VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie), sebuah perusahaan yang didirikan dengan tujuan untuk menghindari persaingan antar sesama pedagang Belanda, sekaligus untuk menyaingi perusahaan imperialis lain.
VOC diberi hak Octrooi, yang antara lain meliputi :
1. Hak mencetak uang
2. Hak mengangkat dan memberhentikan pegawai
3. Hak menyatakan perang dan damai
4. Hak untuk membuat angkatan bersenjata sendiri
5. Hak untuk membuat perjanjian dengan raja-raja
Dalam hal ini VOC melakukan penekanan terhadap peningkatan ekspor dan membatasi impor.
b. Sistem Monopoli (Tanam Paksa) 1830-1870
Adalah sistem ekonomi yang memusatkan kegiatan ekonomi pada satu kelompok dalam bentuk monopoli dibidang tertentu yang dapat merugikan rakyat. Tujuannya adalah untuk memproduksi berbagai komoditi yang ada permintaannya di pasaran dunia sejak tahun 1620, VOC hanya menguasai komoditi-komoditi ekspor sesuai permintaan pasar di Eropa, yaitu rempah-rempah. Kota-kota dagang dan jalur-jalur pelayaran yang dikuasainya adalah untuk menjamin monopoli atas komoditi itu. Dengan memonopoli rempah-rempah, diharapkan VOC akan menambah isi kas negri Belanda, dan dengan begitu akan meningkatkan pamor dan kekayaan Belanda. Ditambah dengan diterapkan Preangerstelstel, yaitu kewajiban menanam tanaman kopi bagi penduduk Priangan. . Sejak saat itu, diperintahkan pembudidayaan produk-produk selain kopi dan rempah-rempah, yaitu gula, nila, tembakau, teh, kina, karet, kelapa sawit, dll. Sistem ini jelas menekan penduduk pribumi, tapi amat menguntungkan bagi Belanda, apalagi dipadukan dengan sistem konsinyasi (monopoli ekspor). Setelah penerapan kedua sistem ini, seluruh kerugian akibat perang dengan Napoleon di Belanda langsung tergantikan berkali lipat.
Dalam sistem ini masyarakat diwajibkan menanam tanaman komoditas ekspor dan menjual hasilnya ke gudang-gudang pemerintah untuk kemudian dibayar dengan harga yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Bagi masyarakat pribumi, ini tentu memeras keringat dan darah mereka, apalagi aturan kerja rodi juga masih diberlakukan. Namun segi positifnya adalah, mereka mulai mengenal tata cara menanam tanaman komoditas ekspor yang pada umumnya bukan tanaman asli Indonesia, dan masuknya ekonomi uang di pedesaan yang memicu meningkatnya taraf hidup mereka. Bagi pemerintah Belanda, ini berarti bahwa masyarakat sudah bisa menyerap barang-barang impor yang mereka datangkan ke Hindia Belanda. Dan ini juga merubah cara hidup masyarakat pedesaan menjadi lebih komersial, tercermin dari meningkatnya jumlah penduduk yang melakukan kegiatan ekonomi nonagraris.
c. Sistem ekonomi Kapitalis Liberal, 1870-1945
Adanya desakan dari kaum Humanis Belanda yang menginginkan perubahan nasib warga pribumi ke arah yang lebih baik, mendorong pemerintah Hindia Belanda untuk mengubah kebijakan ekonominya. Sistem Ekonomi ini lebih rentan terhadap krisis ekonomi tetapi produksi yang dibuat berdasarkan atas kebutuhan masyarakat.
Pada akhirnya, sistem ini bukannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pribumi, tapi malah menambah penderitaan, terutama bagi para kuli kontrak yang pada umumnya tidak diperlakukan layak.
Sistem-sistem ekonomi ini meninggalkan kemelaratan, namun disisi lain memberi pengetahuan tentang bercocok tanam, sistem uang dan budaya industri. Pada masa itu, Indonesia adalah pengekspor terbesar sejumlah komoditas primer. Pada dekade 1930an bank-bank bermunculan, industri manufaktur berkembang pesat yang dimotori oleh industri gula. Pasar modal muncul dan modal asing masuk dalam jumlah yang besar. Namun perkembangan ekonomi yang pesat itu tidak memberi peningkatan kesejahteraan bagi rakyat.
2. Pemerintahan Orde Lama
Walaupun indonesia telah memproklamasikan kemerdekaannya tetapi indonesia masih menglami perang dengan belanda selama dekade 1950 hingga 1965, akibatnya Indonesia mengalami gejolak politik dalam negri. keadaan perekonomian Indonesia sangat buruk, laju pertumbuhan rata-rata turun drastis. Selain itu, Indonesia mengalami defisit saldo neraca pembayaran dan defisit APBN terus membesar dari tahun ke tahun. Kegiatan produksi disektor pertanian dan industri manufaktur pun sangat rendah.
Dapat disimpulkan, buruknya perekonomian indonesia selama pemerintahan Orde Lama dikarnakan rusaknya infrastruktur ekonomi fisik maupun non fisik selama pendudukan jepang.
Kebijakan ekonomi yang paling penting yang dilakukan pada kabinet Hatta adalah reformasi moneter melalui devaluasi mata uang nasional dan pemotongan nilai uang sebesar 50% atas semua uang kertas yang beredar.
Pada masa kabinet Natsir, pertama kalinya dirumuskan suatu perencanaan pembangunan ekonomi yang disebut Rencana Urgensi Perekonomian(RUP). RUP ini digunakan oleh kabinet berikutnya untuk merumuskan rencana pembangunan ekonomi 5 tahun(Repelita).
Pada masa kabinet Sukiman, kebijakan-kebijakan penting yang diambil adalan nasionalisasi De Javasche Bank yang menjadi Bank Indonesia(BI) dan penghapusan sistem kurs berganda.
Pada kabinet Wilopo, langkah-langkah yang diilakukan untuk memulihkan perekonomian Indonesia adalah pertama kalinya memperkenalkan konsep anggaran berimbang dalam APBN, memperketat impor, melakukan nasionalisasi angkatan bersenjata melalui modernisasi dan pengurangan jumlah personil, dan pengiritan jumlah pengeluaran pemerintah.
Pada masa abinet Ali I, langkah yang dilakukan dalam bidang ekonomi walaupun sedikit tidak berhasil adalah pembatasan impor dan sistem uang ketat.
Pada masa kabinet Baharuddin tindakan ekonomi yang dilakukan adalah liberalisasi impor, kebijakan uang etat untuk menekan laju uang beredar, penyempurnaan Program Benteng, mengeluarkan kebijakan yang memperbolehkan modal(investasi) asing masuk ke Indonesia, pemberian bantuan khusus pada pangusaha-pengusaha pribumi dan pembatalan(sebelah pihak) Persetujuan Koferensi Meja Bundar untuk menghilangkan sistem ekonomi kolonial atau menghapuskan dominasi perusahaan-perusahaan Belanda dalam Perekonomian Indonesia.
Dilihat dari aspek politiknya selama periode orde lama, dapat dikatakan Indonesia pernah mengalami sistem politik yang sangat demokrasi. Namun, semua itu menyebabkan kehancuran politik dan perekonomian nasional.
Selama periode 1950an struktur ekonomi Indonesia masih peninggalan zaman kolonialisasi. Sektor formal/modern yang memiliki kontribusi lebih besardaripada sektor informal/tradisional terhadap output nasional atau PDB yang di dominasi oleh perusahaan-perusahaan asing yang kebanyakan berorientasi ekspor.
Struktur ekonomi itu disebut dual societies, yang artinya dalah salah satu karakteristik utama dari NSB yang merupakan warisan kolonialisasi. Dualisme didalam suatu ekonomi seperti ini terjadi karna pada masa penjajahan pemerintah yang berkuasa menerapkan diskriminasi dalam kebijakan-kebijjakannya. Diskriminasi ini diterapakan untuk membuat perbedaan dalam kesempatan melakukan kegiatan-kegiatan ekonomi tertentu antara penduduk asli dan orang-orang non pribumi.
Keadaan ekonomi Indonesia, setelah dilakukan nasionalisasi terhadap semua perusahaan asing Belanda, menjadi lebih buruk dibanding pada saat dijajah oleh Belanda, ditambah lagi tingkat inflasi yang tinggi. Selain kondisi politik didalam negri yang tidak mendukung, buruknya pemeritahan Indonesia pada masa Orde lama disebabkan juga karna keternatasan faktor-faktor produksi.
Pada akhir september 1965 ketidakstabilan politik Indonesia mencapai pncaknya dengan terjadinya kudera yang gagal pada Partai Komunis Indonesia(PKI). Sejak saat itu terjadi perubahan politik yang drastis di dalam negri yang mengubah sistem ekonomi yang dianut Indonesia pada masa Orde lama dari sosialis menjadi semikapitalis.
3. Pemerintahan Orde Baru
Dalam Orde Baru ini pemerintah lebih ditunjukkan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat lewat pembangunan ekonomi dan sosial tanah air. Pada masa ini Indonesia kembali menjalin hubungan baik dengan pihak barat dan menjauhi komunis. Sebelum rencana pembangunan melalui repelita, pemerintah lebih dulu melakukan pemulihan stabilitas ekonomi, sosial, dan politik, serta rehabilitasi ekonomi dalam negri. Tujuannya yaitu untuk menekan kembali tingkat inflasi,, mengurangi defisit keuangan pemerintah, dan menghidupkan kembali kegiatan produksi, termasuk ekspor. Ditambah lagi dengan penyusunan Rencana Pembangunan Lima Tahun(Repelita) secara bertahap. Kebijakan ekonominya diarahkan pada pembangunan di segala bidang, tercermin dalam 8 jalur pemerataan yaitu : kebutuhan pokok, pendidikan dan kesehatan, pembagian pendapatan, kesempatan kerja, kesempatan berusaha, partisipasi wanita dan generasi muda, penyebaran pembangunan, dan peradilan.
Tujuan jangka panjang dari pembangunan ekonomi di Indonesia pada masa Orde Baru adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui proses industrialisasi dalam skala besar. Awalnya pemerintah memusatkan pembangunan pada sektor-sektor tertentu secara potensial dapat menyumbangkan nilai tambah yang besar dalam waktu yang tidak panjangdan hanya di pulau jawakarnna fasilitas infrastruktur dan sumber daya manusia relatif lebih baik. Dengan sumber daya yang sangat terbatas pada saat itu maka sulit untuk memperhatikan pertumbuhan dan pemerataan pada waktu yang bersamaan.
Tujuan utama pelaksanaan repalita I adalah untuk membuat Indonesia menjadi swasembada terutama kebutuhan beras. Untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah melakukan penghijaun disektor pertanian proses pembangunan sangat cepat dengan laju pertumbuhan rata-rata yang cukup tinggi pertahun.
Repelita II (1 April 1969 – 31 Maret 1974) Trilogy pembangunan diubah urutannya menjadi :
· Pertumbuhan ekonomi
· Pemerataan
· Stabilitas Nasional
Kebijakan ekonomi yang terkenal adalah adanya KNOP 15 tanggal 15 November 1978, yang berisi :
· Masyarakat harus mencintai produk dalam negeri
· Mendorong ekspor
· Memberikan tariff spesifik bagi barang impor
Repelita III Trilogy pembangunan berubah menjadi :
· Pemerataan pembangunan dan hasil2nya
· Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi
· Stabilitas Nasional yang sehat dan dinamis
Pada masa ini terdapat kebijakan devaluasi(kebijakan menurunkan mat uang) dan juga adanya kebijakan deregulasi(kebijakan menguranngi berbagai faktor yg melindungi industri perbankan dari masalah2 suatu perekonomian) perbankan oleh Soemarlin.
Pada Repeliita VI orientasi kebijakan-kebijakannya mengalami perubahan dari penekanan hanya pada pertumbuhan ke pertumbuhan dengan pemerataan.
Keberhasilan pembangunan ekonomi di Indonesia pada zaman soeharto dikarnakan presiden soeharto jauh lebih baik dibanding pada masa Orde Lama dalam menyusun rencana, strategi, dan kebijakan pembangunan ekonomi. Selain itu dikarnakan 3 hal, yaitu : penghasilan ekspor yang sangat besar dari minyak, pinjamann luar negri, dan PMA di dalam pembangunan ekonomi Indonesia meningkat tajam.
Dalam usaha menghilangkan dampak negatif dari pertumbuhanekonomi yang tinggi terhadap kesenjangan dan kemiskinan, atau memperkecil efek trade off antara pertumbuhan dan kesenjangan atau kemiskinan.
Kebijakan-kebijakan ekonomi selama masa Orde baru telah menghasilkan suatu proses transformasi ekonomi yang pesat dan laju ekonomi yang tinggi. Tetapi Akibatnya, ketika terjadi krisis yang merupakan imbas dari ekonomi global, Indonesia merasakan dampak yang paling buruk. Harga-harga meningkat secara drastis, nilai tukar rupiah melemah dengan cepat, dan menimbulkan berbagai kekacauan di segala bidang, terutama ekonomi.
4. Pemerintahan Transisi
Pada tahun 1997 nilai tukar bath Thailand terhadap dolar AS mengalami guncangan hebat akibat investor asing mengambil keputusan jual, karna tidak percaya lagi dengan pereonomian negara tersebut.
Yang terjadi di Thailand tersebut merembet ke Indonesia dan beberapa negara Asia lain, ini adalah awal krisis keuangan di Asia. Di Indonesia nilai tukar rupiah terus melemah untuk mencegah keadaan yang lebih buruk, pemerintah Orde baru mengambil langkah kongkrit yaitu : menunda proyek-proyek senila Rp.39 triliun dalam mengimbangi keterbatasan anggaran belanja negara yang sangat dipengaruhi oleh perubahan nilai rupiah. Akan tetapi tetap saja, cadangan dolar As di BI makin menipis.
Akhirnya pemerintah Indonesia secara resmi meminta bantuan kepada IMF. Lembaga keuangan internasional tersebut mengumumkan paket bantuan kepada Indonesia mencapai 40 miliar. Paket program pemulihan tersebut diharapkan nilai rupiah menguat dan stabil kembali. Tetapi kenyataannya nilai rupiah terus merosot dan membuat kepercayaan masyarakat di dalam dan luar negri pun merosot. Dan dibuatlah kesepakatan yang mengandung butir-butir kebijaksanaan yang mencakup ekonomi makro, restrukturisasi sektor keuangan, dan reformasi struktural.
Setelah gagal dalam kesepakatan pertama itu, dilakukan lagi perundingan-perundingan antara Indonesia dengan IMF dan mencapai lagi satu kesepakatan baru.
Setelah gagal dalam kesepakatan pertama itu, dilakukan lagi perundingan-perundingan antara Indonesia dengan IMF dan mencapai lagi satu kesepakatan baru.
Ada 5 memorandum dalam kesepakatan baru ini, yaitu :
· Program stabilisasi, untuk menstabilkan pasar uang dan mencegah hiperinflasi.
· Restrukturisasi perbankan, untuk menyehatkan sistem perbankan nasional
· Reformasi struktural
· Penyelesaian ULN
· Bantuan untuk rakyat kecil
Krisis rupiah menjadi krisis ekonomi dan memunculkan krisis politik terbesar dalam sejah perekonomian Indonesia. Krisis politik ini diawali dengan penembakan oleh tentara terhadap 4 mahasiswa trisakti. Kemudian jakarta dilanda kerusuhan. Akhirnya presiden soeharto mengundurkan diri dan digantikan oleh Dr. Bj. Habibie. Presiden Habibie membentuk kabinet baru, awal dari terbentuknya pemerintahan transisi.
5. Pemerintahan Reformasi hingga SBY
Pemerintahan presiden BJ.Habibie . Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk mengendalikan stabilitas politik. Alu KH. Abdurrahman wahid(Gus Dur) terpilih menjadi presiden dan diwakili oleh Megawati Soekarno Putri, pemerintahan ini disebut sebagai pemerintahan reformasi.
Pada awalnya, masyarakat, para pengusaha dan Investor asing menaruh harapan besar tterhadap kemampuan dan kesungguhan Gus Dur untuk membangkitkan perekonomian Indonesia. Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid pun, belum ada tindakan yang cukup berarti untuk menyelamatkan negara dari keterpurukan. Malah presiden terlibat skandal Bruneigate yang menjatuhkan kredibilitasnya di mata masyarakat. Akibatnya, kedudukannya digantikan oleh presiden Megawati.
Pemerintahan Megawati kinerja ekonomi Indonesia mengalami perbaikan, dilihat dari pertumbuhan PDB(Product Domestic Bruto). Demikian juga pendapatan perkapita meningkat, kinerja ekspor juga membaik. Namun demikian, Neraca Perdagangan(NP), yaitu saldo ekspor(X) – impor(M) barang, maupun transaksi berjalan(TB), sebagai presentase dari PDB mengalami penurunan.
Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi persoalan-persoalan ekonomi antara lain :
- Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun.
- Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara.
Di masa ini juga direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tetapi belum ada gebrakan konkrit dalam pemberantasan korupsi.
6. Masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono
Awalnya masyarakat dan pelaku usaha didalam maupun luar negri optimis dengan pemerintahan SBY. Akan tetapi pada pertengahan 2005 ekonomi Indonesia diguncang oleh 2 peristiwa tak terduga yaitu kenaikan harga minyak mentah(BBM) di Internasional dan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar As, Ini membuat PDB menurun. Kenaikan harga minyak ini menimbulkan tekanan terhadap keuangan pemerintah(APBN).
Lalu pemerintah mengeluarkan kebijakan kontroversial pertama presiden Yudhoyono adalah mengurangi subsidi BBM, atau dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatar belakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Dampak negatif dari kenaikan harga BBM ini mempengaruhi kegiatan atau pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, dan kemiskinan . kenaikan harga BBM dipasar dunia juga membuat defisit APBN tambah besar yang selanjutnya akan mengurangi kemampuan pemerintah lewat sisi pengeluarannya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Kenaikkan harga minyak ini juga menjadi salah satu penyebab terus melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar As.
Secara fundamental, terus melemahnya nilai tukar rupiah terkait dengan memburuknya kinerja Neraca pembayaran(BoP) Indonesia. Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.
Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepala daerah.
, setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret 2006.
, setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret 2006.
Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena pengucuran kredit perbankan ke sector riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sector riil kurang dan berimbas pada turunnya investasi. Selain itu, birokrasi pemerintahan terlalu kental, sehingga menyebabkan kecilnya realisasi belanja Negara dan daya serap, karena inefisiensi pengelolaan anggaran. Jadi, di satu sisi pemerintah berupaya mengundang investor dari luar negri, tapi di lain pihak, kondisi dalam negeri masih kurang kondusif
Comments
Post a Comment