2 Macam Pelaksanaan APBN

Pelaksanaan APBN
1.      Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Negara

Setiap kementerian negara/lembaga/satuan kerja yang mempunyai sumber pendapatan wajib mengintensifkan perolehan pendapatan yang menjadi wewenang dan tanggung jawabnya. Penerimaan harus disetor seluruhnya ke kas negara pada waktunya yang selanjutnya diatur dalam peraturan pemerintah.

Penerimaan kementerian negara/lembaga/satuan kerja tidak boleh digunakan langsung untuk membiayai pengeluaran. Penerimaan berupa komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang oleh negara adalah hak negara sehingga harus disetor seluruhnya ke kas negara.

2.      Pelaksanaan Anggaran Belanja Negara

Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran melaksanakan kegiatan sebagaimana tersebut dalam dokumen pelaksanaan anggaran yang telah disahkan. Untuk keperluan pelaksanaan kegiatan sebagaimana tersebut dalam dokumen pelaksanaan anggaran, Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran berwenang mengadakan ikatan/perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan. Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran berhak untuk menguji, membebankan pada mata anggaran yang telah disediakan, dan memerintahkan pembayaran tagihan-tagihan atas beban APBN.

Untuk melaksanakan ketentuan tersebut, Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran berwenang:
a.       Menguji kebenaran material surat-surat bukti mengenai hak pihak penagih;
b.      Meneliti kebenaran dokumen yang menjadi persyaratan atau
c.       Kelengkapan sehubungan dengan ikatan /perjanjian pengadaan Barang/jasa;
d.      Meneliti tersedianya dana yang bersangkutan;
e.       Membebankan pengeluaran sesuai dengan mata anggaran Pengeluaran yang bersangkutan; dan
f.       Memerintahkan pembayaran atas beban APBN.

Pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran atas beban APBN bertanggung jawab atas kebenaran material dan akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti yang dimaksud. Pembayaran atas tagihan yang menjadi beban APBN dilakukan oleh Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara UmumNegara.

Dalam rangka pelaksanaan pembayaran, Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara memiliki kewajiban sebagai berikut:
a.       Meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran,
b.      Menguji kebenaran perhitungan tagihan atas beban APBN yang tercantum dalam perintah pembayaran,
c.       Menguji ketersediaan dana yang bersangkutan,
d.      Memerintahkan pencairan dana sebagai dasar pengeluaran negara,
e.       Menolak pencairan dana, apabila perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

Pembayaran atas beban APBN tidak boleh dilakukan sebelum barang dan/atau jasa diterima. Untuk kelancaran pelaksanaan tugas kementerian negara/lembaga, kepada Pengguna Anggaran/ Kuasa Pengguna Anggaran dapat diberikan uang persediaan (UP) yang dikelola oleh Bendahara Pengeluaran. Bendahara Pengeluaran melaksanakan pembayaran dari uang persediaan yang dikelolanya setelah:
  • Meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran;
  • Menguji kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum dalam perintah pembayaran; dan
  • Menguji ketersediaan dana yang bersangkutan.

Bendahara Pengeluaran wajib menolak perintah bayar dari Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran apabila persyaratan tersebut di atas tidak dipenuhi. Bendahara Pengeluaran bertanggung jawab secara pribadi atas pembayaran yang dilaksanakannya. Pengecualian dari ketentuan dimaksud diatur dalam peraturan pemerintah.

Dalam pelaksanaan APBN, setelah APBN ditetapkan dengan Undang-undang, dibuat petunjuk berupa keputusan presiden (kepres) sebagai Pedoman Pelaksanaan APBN. Dalam melaksanakan pembayaran, kepala kantor/pemimpin proyek di masing-masing kementerian dan lembaga mengajukan Surat Permintaan Pembayaran kepada Kantor Wilayah Perbendaharaan Negara (KPPN).

Pengeluaran anggaran belanja negara harus didasarkan pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)/Dokumen sejenis lainnya, serta berdasarkan Surat Perintah Membayar (SPM), Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) atau tanda bukti pembayaran lainnya yang sah.