Pendekatan New Public Management (NPM)

Pendekatan New Public Management (NPM)

Reformasi sektor publik yang salah satunya ditandai dengan munculnya era New Public Management telah mendorong upaya di berbagai negara untuk mengembangkan pendekatan yang lebih sistematis dalam perencanaan anggaran negara. Seiring dengan perkembangan tersebut, muncul beberapa teknik penganggaran sektor publik, antara lain: Teknik Anggaran Kinerja (Performance Budgetin g), Zero Based Budgeting (ZBB), dan  Planning, Programming, and Budgeting System (PPBS). Dalam konteks kebijakan manajemen keuangan negara di Indonesia, dikembangkan Sistem Anggaran Berbasis Kinerja (ABK).

Uraian lebih lanjut teknik penganggaran tersebut adalah sebagai berikut:

1.      Teknik Anggaran Kinerja (Performance Budgeting)

Pendekatan kinerja disusun untuk mengatasi berbagai kelemahan yang terdapat dalam anggaran tradisional, khususnya kelemahan karena tidak adanya tolok ukur yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja dalam pencapaian tujuan dan sasaran pelayanan publik. Pendekatan ini sangat menekankan pada konsep value for money dan pengawasan atas kinerja output. Pendekatan ini juga mengutamakan mekanisme penentuan prioritas tujuan serta pendekatan yang sistematik dan rasional dalam proses pengambilan keputusan. Untuk mengimplementasikan hal-hal tersebut, anggaran kinerja dilengkapi dengan teknik analisis antara biaya dan manfaat.

Sistem penganggaran kinerja pada dasarnya merupakan sistem yang mencakup kegiatan penyusunan program dan tolok ukur kinerja sebagai instrumen untuk mencapai tujuan dan sasaran program. Penerapan sistem anggaran kinerja dalam penyusunan anggaran dimulai dengan perumusan program dan penyusunan struktur organisasi pemerintah yang sesuai dengan program tersebut. Kegiatan tersebut mencakup pula penentuan unit kerja yang bertanggung jawab atas pelaksanaan program, serta penentuan indikator kinerja yang digunakan sebagai tolok ukur dalam mencapai tujuan program yang telah ditetapkan.

2.      Zero Based Budgeting (ZBB )

Konsep Zero Based Budgeting dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan yang ada pada sistem anggaran tradisional. Penyusunan anggaran dengan menggunakan konsep ZBB dapat menghilangkan kelemahan pada konsep incrementalism dan line item karena anggaran diasumsikan mulai dari nol (zero base).

Penyusunan anggaran yang bersifat incremental mendasarkan besarnya realisasi anggaran tahun ini untuk menetapkan anggaran tahun depan, yaitu dengan menyesuaikan tingkat inflasi atau jumlah penduduk. ZBB tidak berpatokan pada anggaran tahun lalu untuk menyusun anggaran tahun ini, namun didasarkan pada kebutuhan saat ini. Dengan ZBB, seolah-olah proses anggaran dimulai dari hal-hal yang baru sama sekali. Item anggaran yang sudah tidak relevan dan tidak mendukung pencapaian tujuan organisasi dapat hilang dari struktur anggaran, atau mungkin juga muncul item baru.

3.      Planning, Programming, and Budgeting System (PPBS)

PPBS merupakan teknik penganggaran yang didasarkan pada teori sistem yang berorientasi pada output dan tujuan dengan penekanan utamanya pada alokasi sumber daya berdasarkan analisis ekonomi. Sistem anggaran PPBS tidak mendasarkan pada struktur organisasi tradisional yang terdiri dari divisi-divisi, namun berdasarkan program, yaitu pengelompokan aktivitas untuk mencapai tujuan tertentu.

PPBS adalah salah satu model penganggaran yang ditujukan untuk membantu manajemen pemerintah dalam membuat keputusan alokasi sumber daya secara lebih baik.Hal tersebut disebabkan sumber daya yang dimiliki pemerintah sangat terbatas jumlahnya, sedangkan tuntutan masyarakat tidak terbatas jumlahnya.Dalam keadaan tersebut pemerintah dihadapkan pada pilihan alternatif keputusan yang memberikan manfaat paling besar dalam pencapaian tujuan bernegara secara keseluruhan.PPBSmemberikan kerangka untuk membuat pilihan tersebut.

Pendekatan baru dalam sistem anggaran negara tersebut menurut Mardiasmo, dalam bukunya Akuntansi Sektor Publik cenderung memiliki karakteristik sebagai berikut:
  • komprehensif/komparatif,
  • terintegrasi dan lintas departemen,
  • proses pengambilan keputusan yang rasional,
  • berjangka panjang,
  • spesifikasi tujuan dan urutan prioritas,
  • analisis total cost and benefit (termasuk opportunity cost),
  • berorientasi pada input, output, dan outcome, bukan sekedar Input,
  • adanya pengawasan kinerja.

4.      Anggaran Berbasis Kinerja (ABK)

Dalam UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,  terjadi perubahan mendasar, yang antara lain : (1) Prinsip anggaran berimbang diganti dengan anggaran surplus/defisit; (2) Program budgeting (berbasis tujuan) menjadi performance budgeting (berbasis kinerja); (3) Anggaran yang disusun atas dasar rencana lima tahunan diganti menjadi anggaran yang disusun secara rolling dengan pendekatan Medium Term Expenditure Framework; dan (4) Dual budget (rutin dan pembangunan) menjadi unified budget (satu anggaran).

Salah satu aspek dalam upaya tersebut adalah Anggaran Berbasis Kinerja (ABK)  yang merupakan sistem penganggaran yang dapat memadukan perencanaan kinerja dan anggaran tahunan sehingga dapat diketahui keterkaitan antara dana yang tersedia dengan hasil (outcomes) yang diharapkan.

Anggaran merupakan alat akuntabilitas,  manajemen, dan  kebijakan ekonomi. Sebagai instrumen kebijakan ekonomi, anggaran berfungsi mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Sedangkan Penganggaran berbasis kinerja (ABK) adalah penyusunan anggaran dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran (mengacu pada Pasal 7 ayat (1) PP No. 21 Tahun 2004). Dalam penganggaran berbasis kinerja diperlukan indikator kinerja, standar biaya, dan evaluasi kinerja dari setiap program dan jenis kegiatan (mengacu pada Pasal 7 ayat (2)  PP No. 21 Tahun 2004).  

Kondisi yang diharapkan dari penerapan anggaran berbasis kinerja (ABK), antara lain : (1) meningkatkan efektivitas alokasi anggaran melalui perancangan program/kegiatan yang diarahkan untuk mencapai hasil dan keluaran yang ditetapkan, (2) meningkatkan efisiensi pengeluaran melalui penentuan satuan biaya keluaran, dan (3) oleh karenanya meningkatkan kredibilitas dan akuntabilitas.

Instrumen yang digunakan dalam pelaksanaan  (ABK) adalah Rencana Stratejik (RENSTRA): (1) dalam UU No. 25 Tahun 2004 Pasal 7 ayat (1) antara lain disebutkan bahwa ”Renstra-SKPD memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan yang disusun sesuai dengan tugas dan fungsi Satuan Kerja Perangkat Daerah serta berpedoman kepada RPJM Daerah dan bersifat indikatif”.  (2)Dalam PP. No. 58/2006 tentang  Pengelolaan Keuangan Daerah, dalam Pasal  31 ayat (1), dijelaskan  SKPD menyusun rencana strategis yang selanjutnya disebut Renstra-SKPD yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang bersifat indikatif sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.