Perundang-undangan / CEDAW

Seorang wanita dapat mencari pengakuan kaidah penghapusan diskriminasi dan hak wanita yang lengkap dalam TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998 Tentang Hak Asasi Manusia dan UU No.39/1999.[1] TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998 mengakui dan melindungi segala HAM berdasarkan persamaan antara pria dan wanita secara sesuai dengan Pasal 3 CEDAW. TAP MPR tersebut merupakan Pembukaan, Batang Tubuh dan Lampiran. Lampirannya berupa "Pandangan Dan Sikap Bangsa Indonesia Terhadap Hak Asasi Manusia" dan "Piagam Hak Asasi Manusia".

Pasal 1 sampai dengan Pasal 6 Piagam HAM tersebut memberikan hak hak individu terhadap hidup, keluarga dan perkembangan diri. Pasal 7 sampai dengan Pasal 12 membentuk hak keadilan di bidang hukum. Pasal 13 sampai dengan Pasal 19 menggariskan hak kemerdekaan di bidang politik dan sosial. Pasal 20 yuncto Pasal 21 menetapkan hak atas kebebasan informasi. Pasal 22 sampai dengan Pasal 26 memberikan hak keamanan. Pasal 33 membentuk hak kesejahteraan.

Setiap Pasal tersebut menyatakan hak hak asasinya diberikan pada `setiap orang'. Selanjutnya, Pasal 38 menyatakan, `Setiap orang berhak bebas dari dan mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif'. Akhirnya, Pasal 39 berbunyi, `Dalam pemenuhan hak asasi manusia, laki laki dan perempuan berhak mendapatkan perlakuan dan perlindungan yang sama'. Ketentuan tersebut sesuai dengan Pasal 2 butir b, Pasal 7, Pasal 12 dan Pasal 15 CEDAW.

TAP tersebut menetapkan hak asasinya akan dilindungi dan dilaksanakan lembaga pemerintahan Indonesia. Pasal 1 Batang Tubuh TAP tersebut `menugaskan kepada Lembaga-lembaga Tinggi Negara dan seluruh Aparatur Pemerintah untuk menghormati, menegakkan dan menyebarluaskan pemahaman mengenai hak asasi manusia kepada seluruh masyarakat'. Dengan tujuan ini, Presiden dan DPR akan mengesahkan konvensi internasional terhadap HAM.[2] Selanjutnya, HAM akan ditetapkan dengan Perundang-undangan.[3] Akhirnya, pertanggung-jawaban Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Kom Nas HAM) yang pada masa itu ditetapkan dengan Kep Pres No.50/1993 akan ditambah dengan Undang Undang.

TAP tersebut juga menyelenggarakan ruang lingkup pembatasan terhadap HAM. Pasal 36 Piagam HAM TAP itu berbunyi, `setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan oleh Undang Undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain, dan untuk memnuhi tuntuan yang adil sesuai dengan pertimbaganan moral, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis'. Namun demikian, Pasal 44 menetapkan ada beberapa HAM yang bersifat tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun (non-derogable).

TAP No.XVII/MPR/1998 mengakui kewajiban dasar manusia. Pasal 3 menegaskan HAM akan dilaksanakan, `melalui gerakan kemasyarakatan atas dasar kesadaran dan tanggung jawabnya sebagai warga negara dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara'. Selanjutnya, hak hak asasi tersebut ditambah dengan kewajiban. Pasal 35 yang berlandaskan Pasal 30 UUD 1945 menetapkan `setiap orang wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara'. Kewajiban tersebut didasarkan kaidah "kolektifisme" sebagaimana UUD 1945 beserta Pancasila.

TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998 baru dilaksanakan dengan UU No.39/1999. UU tersebut memperinci ketentuan TAP itu di bidang Hak untuk Hidup,[4] Hak Berkeluarga dan Melanjutkan Keturunan,[5] Hak Mengembangkan Diri,[6] Hak Atas Kebebasan Pribadi,[7] Hak Atas Rasa Aman[8] dan Hak Atas Kesejahteraan.[9]
Selanjutnya, UU No.39/1999 mengandung hak hak asasi manusia berdasarkan ketentuan UDHR dan ICCPR[10] di bidang Hak Berkeluarga dan Melanjutkan Keturunan,[11] Hak Memperoleh Keadilan,[12] Hak Atas Kebebasan Pribadi,[13] Hak Atas Rasa Aman,[14] Hak atas Kesejahteraan[15] dan Hak Turut Serta dalam Pemerintahan.[16]

UU No.39/1999 juga memuat hak anak dan hak wanita berdasarkan Konvensi Tentang Hak Hak Asasi Anak (Convention on the Rights of the Child) beserta CEDAW.[17] Bagian Kesembilan UU tersebut menyangkut Hak Wanita. Pasal 45 menetapakan hak wanita mempunyai kedudukan sebagai hak asasi manusia secara sesuai dengan Pasal 3 CEDAW. Pasal 46 UU No.39/1999 berbunyi, `Sistem pemilihan umum, kepartaian, pemilihan anggota badan legislatif dan sistem pengankatan di bidan geksekutif, yudikatif harus menjamin keterwakilan wanita sesuai persyaratan yang ditentukan'. Pasal 46 tersebut sesuai dengan Pasal 7 yo. Pasal 8 CEDAW.

Pasal 47 UU No.39/1999 melindungi hak wanita terhadap kewarganegaraan dan menyatakan kewarganegaraan wanita tidak akan ditetapkan secara otomatis menurut kewarganegaraan suaminya. Pasal 47 tersebut berdasarkan Pasal 9 CEDAW. Pasal 48 UU No.39/1999 menentukan wanita berhak pendidikan dan pengajaran di semua jenis, jenjang dan jalur pendidikan juga sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan. Pasal 48 bersandarkan Pasal 10 CEDAW.

Pasal 49 menyatakan hak wanita di bidang pekerjaan secara sesuai dengan Pasal 11 CEDAW. Pasal 49 Ayat (1) berbunyi `wanita berhak untuk memilih, dipilih, diangkat dalam pejerjaan, jabatan dan profesi sesuai dengan persyaratan dan peraturan perundang-undangan'. Pasal 49 Ayat (2) dan Ayat (3) mengandung ketentuan terhadap fungsi reproduksi serta pekerjaan.

Pasal 50 yuncto Pasal 51 mengandung hak wanita dalam perkawinan berdasarkan Pasal 16 CEDAW. Pasal 50 menetapakan, `Wanita yang telah dewasa dan atau telah menikah berhak untuk melakukan perbuatan hukum sendiri, kecuali ditentukan lain oleh hukum agamanya'. Pasal 51 Ayat (1) menentukan, `Seorang istri selama dalam ikatan perkawinan mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama dengan suaminya atas semua hal yang berkenaan dengan kehidupan perkawinannya, hubungan dengan anak-anaknya serta pengelolaan harta bersama'.

Selanjutnya, Pasal 51 Ayat (2) menyatakan, `Setelah putusnya perkawinan, seorang wanita mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama dengan mantan suaminya atas semua hal yang berkenaan dengan anak-anakynya, dengan memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak'.

Akhirnya, Pasal 51 Ayat (3) menetapkan, `Setelah putusnya perkawinan, seorang wanita mempunyai hak yang sama dengan mantan suaminya atas semua hal yang berkenaan dengan harta bersama tanpa mengurangi hak anak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

UU No.39/1999 melaksanakan ketentuan TAP No.XVII/MPR/1998 terhadap Kewajiban Dasar Manusia.[18] Selain itu, UU No.39/1999 menetapkan hubungan antara hak asasi dan kewajiban dasar manusia tersebut. Pasal 1 butir 2 UU No.39/1999 menyatakan, `Kewajiban dasar manusia adalah separangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan tidak memungkinkan terlaksana dan tegaknya hak asasi manusia'.

UU No.39/1999 melaksanakan ketentuan TAP tersebut tentang Kewajiban dan Tanggung Jawab Pemerintah.[19] UU tersebut pula mengandung aturan khusus tentang pembatasan dan larangan HAM. Pasal 73 UU No.39/1999 menggariskan pembatasan sebagaimana disebut dalam Pasal 36 TAP tersebut. Namun demikian, Pasal 73 diikuti Pasal 74 UU yang menyatakan, `Tidak satu ketentuanpun dalam Undang Undang ini boleh diartikan bahwa Pemerintah, partai, golongan atau pihak manapun dibenarkan mengurangi, merusak atau menghapuskan hak asasi manusia atau kebebasan dasar yang diatur dalam Undang Undang ini'.



[1] - bandingkan dengan Rancangan Keputusan Pimpinan MPRS No.: A3/1/Ad Hoc B/MPRS/1966 Tentang Piagam Hak Hak Asasi Manusia dan Hak Hak Serta Kewajiban Warga Negara berdasarkan Rancangan Hasil Karya Panitia Ad Hoc IV MPRS yang dibentuk dengan TAP MPRS No.XIV/MPRS/1966 yo. Keputusan Pimpinan MPRS No: A3/1/23/MPRS/1966. Lihat Soehino, SH, Hukum Tata Negara: Negara Kesatuan Republik Indonesia Berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 Adalah Negara Hukum (1985), hal.88-90 dan I.C.1.e Lampiran TAP MPR No.XVII/MPR/1998.
[2] - Pasal 2 Batang Tubuh TAP MPR XVII/MPR/1998.
[3] - ibid Pasal 44 Piagam HAM.
[4] - Pasal 9 UU No.39/1999 berdasarkan Pasal 1 TAP MPR No.XVII/MPR/1998.
[5] - Pasal 10 UU No.39/1999 berdasarkan Pasal 2 TAP MPR No.XVII/MPR/1998.
[6] - Pasal 11 s/d Pasal 16 UU No.39/1999 berlandaskan Pasal 3 s/d Pasal 6 serta Pasal 20 yo. Pasal 21 TAP MPR No.XVII/MPR/1998.
[7] - Pasal 20 s/d Pasal 27 UU No.39/1999 berlandaskan Pasal 13 yo. Pasal 14 dan Pasal 17 s/d Pasal 19 TAP MPR No.XVII/MPR/1998.
[8] - Pasal 28 s/d Pasal 35 UU No.39/1999 berlandaskan Pasal 22 s/d Pasal 24 TAP MPR No.XVII/MPR/1998.
[9] - Pasal 36 s/d Pasal 42 UU No.39/1999 berlandaskan Pasal 29 yo. Pasal 31 s/d Pasal 33 TAP MPR No.XVII/MPR/1998.
[10] - Penjelasan Umum UU No.39/1999.
[11] - Pasal 10 Ayat (2) UU No.39/1999 berdasarkan Pasal 16 Ayat (2) UDHR.
[12] - Pasal 17 s/d Pasal 19 UU No.39/1999 berdasarkan Pasal 11 UDHR yo. Pasal 14 ICCPR.
[13] - Pasal 20 UU No.39/1999 berdasarkan Pasal 4 UDHR.
[14] - Pasal 29 Ayat (2) yo. Pasal 32 UU No.39/1999 berdasarkan Pasal 6 yo. Pasal 12 UDHR.
[15] - Pasal 36 yo. Pasal 39 UU No.39/1999 berdasarkan Pasal 17 yo. Pasal 23 Ayat (4) UDHR.
[16] - Pasal 43 UU No.39/1999 berdasarkan Pasal 21 UDHR.
[17] - Pasal 45 s/d Pasal 66 UU No.39/1999.
[18] - Pasal 67 s/d Pasal 70 UU No.39/1999 berlandaskan Pasal 34 s/d Pasal 36 TAP MPR No.XVII/MPR/1998.
[19] - Pasal 71 yo. Pasal 72 UU No.39/1999 berlandaskan Pasal 43 yo. Pasal 44 TAP MPR XVII/MPR/1998.