Undang-Undang Dasar 1945

Seorang wanita bisa mendapat beberapa pasal dalam UUD 1945 yang mengakui penghapusan diskriminasi dan melindungi hak wanita secara dapat diperbaiki. Bab X sampai dengan Bab XIV UUD 1945 mengandung hak dan kewajiban Warga Negara Indonesia (WNI).

UUD 1945 melindungi persamaan antara pria dan wanita secara sesuai dengan Pasal 2 butir b yuncto Pasal 15 CEDAW. Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945 menyatakan `Segala warga negara Indonesia bersamaan kedudukannya di dalam Hukum dan Pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan Pemerintahan itu, dengan tidak ada kecualinya'. Pasal ini menjamin persamaan antara pria, wanita dan kaum lain di muka hukum dan di dalam segala peraturan perundangan.[1] Secara tersirat, Pasal 27 Ayat (1) mengakui kaidah penghapusan diskriminasi terhadap wanita. Jadi, peraturan perundangan yang bersifat diskriminatif bertentangan dengan Pasal tersebut.

Bagaimanapun, Pasal 27 Ayat (1) juga menetapkan kewajiban WNI mengenai penjunjungan hukum dan pemerintahan di Indonesia. Keberadaan kewajiban didasarkan kaidah kolektifisme. Yaitu, hak hak asasi seorang ditambah dengan kewajiban terhadap masyarakat karena kepentingan seorang dilindungi seleras dengan kepentingan masyarakat. Kaidah kolektifisme itu diucapkan dalam Rancangan UUD 1945 oleh Ir. Soekarno[2] dan diakui negara berkembang secara umum.[3]

UUD 1945 pula mengakui HAM berdasarkan persamaan antara pria dan wanita. Pasal 27 Ayat (2) memberikan hak pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan untuk segala WNI secara sesuai dengan Pasal 11 CEDAW. Pasal 28 UUD 1945 mengakui kemerdekaan sipil dan politik secara sesuai dengan Pasal 3 CEDAW. Pasal 28 tersebut menyatakan `Kemerdekaan berserikat dan berkumpul mengeluaskan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang Undang'.

Bagaimanapun, Pasal 28 dapat disempurnakan. Pertama, Pasal 28 dikukuhkan jika kemerdekaan tersebut menjadi hak pribadi, yaitu: hak berserikat, hak berkumpul dan hak mengeluarkan pikiran. Kedua, Pasal 28 pula dikukuhkan jika perlindungan kemerdekaan tersebut diluaskan. Pasal 28 menyatakan kemerdekaan tersebut akan `ditetapkan dengan Undang Undang'. Dengan perkataan lain, kemerdekaan tersebut dapat dilindungi atau dilanggar dengan UU.[4] Pasal 28 diperbaiki kalau kemerdekaan tidak boleh dilanggar atau dikurangi secara tersebut.

Dahulu, perlindungan yang lebih luas diberikan dengan Konstitusi RIS 1950 dan UUDS 1950. Pasal 19 Konstitusi RIS 1950 yuncto Pasal 19 UUDS 1950 yang hampir sama menyatakan, `Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan menegeluarkan pendapat'. Selanjutnya, Pasal 20 Konstitusi RIS 1950 serta Pasal 20 UUDS 1950 tersebut berbunyi, `Hak penduduk atas kebebasan berkumpul dan berapat diakui dan diatur dengan Undang Undang'.

Akhirnya, Pasal 32 Konstitusi RIS 1950 sebagaimana diubah dengan Pasal 33 UUDS 1950 menetapkan, `Melakukan hak-hak dan kebebasan-kebabasan yang diterangkan dalam bagian ini hanya dapat dibatasi dengan peraturan-peraturan Undang-undang semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan yang tak boleh tiada terhadap hak-hak serta kebebasan orang lain dan untuk memenuhi syarat syarat yang adil untuk ketentraman, kesusilaan dan sejahteraan dalam suatu masyarakat yang demokratis'.

Pasal 29 UUD 1945 melindungi kemerdekaan agama dan juga sesuai dengan Pasal 3 CEDAW. Pasal 29 Ayat (2) berbunyi `Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu'. Selain itu, Pasal 31 Ayat (1) menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pengajaran secara sesuai dengan Pasal 10 CEDAW.

Ketentuan UUD 1945 perlu ditambah dengan hak dan kemerdekaan yang lain. Menurut Prof. Dr. Muchsan, SH, UUD 1945 dapat tercantum perlindungan hak administratif, hak pertisi, hak perekonomian serta hak mendirikan organisiasi amal dan sosial secara sesuai dengan ketentuan CEDAW.[5]

[1] - Bambang Sunggono, SH, MS dan Aries Harianto, SH, Bantuan Hukum dan HAM (1994), hal.88-89.
[2] - R G Kartasapoetra, SH, Sistematika Hukum Tata Negara (1987), hal. 258-261.
[3] - lihat Konstitusi India (Constitution of India) maupun Piagam Africa Tentang Hak Asasi dan Kewajiban Dasar Manusia (African Charter of Rights and Duties).
[4] - Sunggono dan Harianto op. cit. catatan kaki no. 83, hal 89. Namun demikian lihat Kartasapoetra op. cit. catatan kaki no.84, hal. 262.
[5] - Prof. Dr. Muchsan, SH, "Penggantian UUD 1945 Menuju Indonesia Baru Yang Demokratis" Makalah Seminar "Amandmen UUD 1945", Fakultas FISIPOL, Universitas Gadjah Mada (UGM), Tanggal 18 September Tahun 1999, hal. 10-13. Lihat juga Ni'matul Huda op.cit. catatan kaki no. 22, hal.123; dan TAP MPR No.IX/MPR/1999 Tentang Penugasan Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Untuk Melanjutkan Perubahan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.