KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah akhirnya kami dapat menyelesaikan tugas membuat makalah manajemen keuangan berjudul Kredit Macet. Makalah ini dibuat untuk melatih sejauh mana diri kami mampu menyampaikan pemikiran-pemikiran tentang ilmu pengantar manajemen sebagai salah satu mata kuliah terpenting di semester ini.
Terbatasnya pengetahuan dan sempitnya waktu yang diberikan kepada penulis, mungkin telah menjadikan makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, semoga isi makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan juga pembaca. Terimakasih.
Penulis
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sesuai dengan penjelasan Undang-Undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan, ditegaskan bahwa :
“Kredit yang diberikan oleh bank mengandung resiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus dapat memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat.”
Agar pemberian kredit dapat dilaksanakan secara konsisten dan berdasarkan asas perkreditan yang sehat, maka setiap bank diwajibkan membuat suatu kebijakan perkreditan secara tertulis yang dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam pemberian kredit sehari-hari.
Dalam SK Direksi Bank Indonesia No. 27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 ditetapkan bahwa dalam pemberian kredit tersebut sekurang-kurangnya memuat dan mengatur hal-hal pokok sebagai berikut :
1. Prinsip kehati-hatian dalam perkreditan,
2. Organisasi dan manajemen perkreditan
3. Kebijaksanaan persetujuan pemberian kredit
4. Dokumentasi dan administrasi kredit
5. Pengawasan kredit
6. Penyelesaian kredit bermasalah
Dalam pelaksanaan pemberian kredit dan pengelolaan perkreditannya, bank wajib mematuhi kebijaksanaan perkreditan yang telah dibuat tersebut secara konsekuen dan konsisten. Kebijaksanaan perkreditan tersebut sudah diterapkan dan dilaksanakan sejak tanggal 1 januari 1996. Bagi Bank yang telah mempunyai pedoman tersebut dengan memperhatikan semua aspek-aspek tersebut di atas. Sedangkan bagi Bank yang baru memperoleh izin usaha wajib memiliki dan menerapkan serta melaksanakan kebijaksanaan perkreditan sejak memulai melakukan kegiatan usahanya.
Apabila dalam pelaksanaannya ternyata bank memberikan kredit tidak sesuai dengan kebijaksanaan perkreditan yang telah ditetapkannya, maka Bank Indonesia akan memberikan sanksi yang mempengaruhi penilaian kesehatan bank dan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pedoman tersebut wajib dibuat mengingat bahwa sesuai dengan pengertian kredit, maka lingkup pemberian kredit mencakup banyak aspek dan mengandung resiko yang bervariasi, baik langsung maupun tidak langsung.
B. Pembatasan Masalah
Dari banyaknya permasalahan kredit bank, menurut ketentuan Bank Indonesia kredit dapat digolongkan menjadi 3 yaitu :
- Kurang lancar (KL),
- Diragukan (D),
- Macet (M).
Dari ketiga permasalahan kredit tersebut, penulis membatasi pada permasalahan kredit yang menyangkut kredit macet.
II. PEMBAHASAN
1. Pengertian Kredit
Berdasarkan undang – undang No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan, yang dimaksud dengan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat disamakan, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antar bank dengan pihak lain yaitu mewajibkan pihak peminjaman untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
2. Pengertian kredit bermasalah
Kredit bermasalah adalah suatu keadaan dimana nasabah sudah tidak sanggup membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank seperti yang telah diperjanjikan.
3. Penyebab kredit macet
a. Error Omission (EO)
Timbulnya kredit macet yang ditimbulkan oleh adanya unsur kesengajaan untuk melanggar kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan.
b. Error Commusion
Timbulnya kredit macet karena memanfaatkan lemahnya peraturan atau ketentuan yaitu memang belum ada atau sudah ada, tetapi tidak jelas.
Kredit-kredit yang disalurkannya jika banyak yang macet akan menimbulkan kerugian yang besar. Kerugian yang besar ini akan menghambat operasi perusahaan. Dan supaya kegiatan perbankan tidak terganggu, maka nanti Pemerintah juga yang harus memberi injeksi modal. Artinya, rakyat juga yang harus menanggung beban yang ditimbulkan oleh kredit macet itu. Selain itu, bank-bank Pemerintah hingga kini masih dominan dalam jumlah asset terhadap keseluruhan aset perbankan nasional.
Biasanya di saat kredit macet terjadi dan dilakukan pemeriksaan, maka persoalannya tidak akan lepas dari EO dan EC atau bahkan karena dua-duanya. Berdasarkan pengalaman kasus-kasus perbankan nasional yang berkaitan dengan kredit macet menimbulkan semacam persepsi yang cenderung menjadi suatu “mitos” yang masih dianut, antara lain adalah :
1). Bahwa bank tidak mengalami kerugian akibat resiko kredit. Atas pemahaman ini, maka merupakan kesalahan sekaligus “kejahatan” besar apabila pada sebuah bank tercatat adanya kredit macet. Padahal risiko kredit jelas merupakan risiko yang selalu ada dan tidak bisa dihindari.
2). Dalam setiap kasus kredit macet, maka selalu diartikan itu karena terjadi kolusi dan atau korupsi apakah oleh pihak oknum bankir ataupun oknum nasabahnya. Hal tersebut bisa saja terjadi, tetapi tidak semua kredit macet karena kolusi dan korupsi.
3). Dalam setiap penanganan kredit macet selalu mengutamakan pendekatan “sapu jagat” di mana going concern baik bank dan perusahaannya menjadi diabaikan. Kalau kredit macet itu karena ulah oknumnya, maka bukan berarti bank ataupun perusahaannya harus dimatiin. Bank yang tercemar akan menimbulkan efek domino berupa terjadi krisis kepercayaaan terhadap industri perbankan. Efek domino itu sering negative melalui pencairan dana dan melarikannya ke luar negeri.
4). Ada kecenderungan kajian atas kredit macet mengabaikan term of reference masa lalu. Kredit yang diputus tahun 2000, misalnya, dan kemudian macet tahun 2004, maka berusahalah dikaji atas dasar term of reference pada tahun 2000. Misalnya, hal-hal yang berkaitan dengan asumsi.
Dengan pedekatan term of reference, biasanya akan diketehui apakah redit macet itu karena error omission atau error commission. Jadi kesalahannya bias saja bukan pada dasar keputusannya, tetapi karena masalah monitoring dan pembinaan bank terhadap nasabahnya. Sama-sama salah, tetapi esensi- nya menjadi lebih jelas dan memudahkan menemukan siapa yang bertanggung jawab, bukan siapa yang dipersalahkan.
Harusnya kalau kredit macet itu terbukti memang karena oknumnya yang salah, maka segera saja proses secara hukum terhadap oknumnnya. Itu pun dengan tetap menjaga asa praduga tak bersalah. Adalah sangat bijak kalau bank dan perusahaannya bisa dibiarkan berjalan terus apakah oleh manajemen baru atau kalau perlu ditunjuk dari kalangan professional atas dasar penugasan dari Negara. Sebab sangatlah tidak tepat dan bijaksana kalau perusahaannya harus ditutup di mana para pekerjanya yang sama sekali tidak bersalah akan ikut menjadi korbannya.
4. Penyelamatan dan penyelesaian kredit macet
Apabila sampai terjadi kredit bermasalah, maka harus melakukan upaya-upaya dalam mengatasi kredit bermasalah sampai tidak ada alternative lainnya, serta melakukan penghapusan kredit dan pengelolaan kredit yaitu telah dihapus bukukan.
Penyelamatan kredit bermasalah tersebut dilakukan dengan cara :
a. Penjadwalan kembali (Rescheduling),
yaitu perubahan syarat kredit yang hanya menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka waktunya.
b. Persyaratan kembali (Reconditioning),
yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu dan atau persyaratan lainnya, sepanjang tidak menyangkut maksimum saldo kredit.
c. Penataan kembali (Restructuring),
yaitu perubahan syarat-syarat kredit yang meliputi reschedulling, reconditioning.
Penyelesaian kredit macet:
a. Penyelesaian kredit bermasalah secara damai.
Sangsi disepakati bersama oleh semua pihak yang terlibat.
b. Penyelasaian kredit bermasalah secara saluran hukum.
Sangsi dikenakan sesuai hukum yang berlaku.
III. KESIMPULAN
Adanya kredit bermasalah tersebut akan menyebabkan menurunnya pendapatan bank, selanjutnya memungkinkan terjadinya penurunan laba. Kredit bermasalah dapat dilakukan secara sistematis dengan mengembangkan system “pengenalan diri” yang berupa suatu daftar kejadian atau gejala yaitu diperkirakan dapat menyebabkan suatu pinjaman berkembang menjadi kredit bermasalah.
Dengan deteksi dan pengenalan diri akan sangat penting untuk mengantisipasi kemungkinan masalah yang timbul, baik secara individual maupun secara portofolio kredit dan menyusun rencana serta mengambil langkah sebelum masalah benar-benar terjadi.
IV. DAFTAR PUSTAKA
WWW. Kompas.com – cetak/0505/27/financial/60.htm-46k
Mudrajad Kuncoro dan Sukardjono, Manajemen Perbankan teori dan Aplikasi. BPFE, 2002, Yogyakarta.
A.totok Budi Santoso, Sigit Triandari, Y. Sri Susilo. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Penerbit salemba Empat, 2000, Jakarta.
Comments
Post a Comment