Teori
Keunggulan Komparatif : David Ricardo
Penjelasan mengenai hukum keunggulan komparatif
dikemukakan oleh David Ricardo dalam bukunya Principles of Political Economy
and Taxation (1817). Menurut hukum
keunggulan komparatif, meskipun sebuah negara kurang efisien dibanding (atau
memiliki kerugian absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi kedua jenis
komoditi yang dihasilkan, namun masih tetap terdapat dasar untuk melakukan
perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Negara A misalnya harus
melakukan spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditi yang memiliki
kerugian absolut lebih kecil (yang merupakan komoditi yang memiliki keunggulan
komparatif) dan mengimpor komoditi yang memiliki kerugian absolut cukup besar
(komoditi yang memiliki kerugian komparatif). Jadi harga sesuatu barang
tergantung dari banyaknya tenaga kerja yang dicurahkan untuk memproduksi barang
tersebut.
Teori keunggulan absolut tidak dapat digunakan sebagai dasar dalam perdagangan internasional apabila salah satu negara memiliki keunggulan absolut atas kedua jenis komoditi. Atau dengan kata lain bahwa bila salah satu negara memiliki keunggulan absolut atas kedua jenis komoditi, maka perdagangan tidak akan terjadi. Namun dengan teori keunggulan komparatif, perdagangan internasional antara dua negara masih dapat berlangsung walaupun salah satu negara memiliki keunggulan absolut atas kedua jenis komoditi. Hal tersebut dapat dijelaskan pada contoh di bawah ini.
Tabel 3 : Keunggulan komparatif berdasarkan jam kerja per satuan output : David Ricardo
Negara
|
Permadani
|
Sutra
|
Dasar
Tukar Domestik (DTD)
|
India
|
30 menit/meter
|
24 menit/meter
|
1 meter sutra = 0,8 meter
permadani
|
Malaysia
|
40 menit/meter
|
50 menit/meter
|
1 meter sutra = 1,25 meter
permadani
|
Pada tabel 3 bila dilihat jumlah jam
(waktu) yang digunakan tanpa memperhatikan perbandingan dasar tukar domestik
antara permadani dan sutra di kedua negara, tampaknya India memiliki keunggulan
absolut atas permadani dan sutra, karena India dapat menghasilkan permadani
dalam waktu 30 menit/meter, sedangkan Malaysia menggunakan waktu yang lebih
banyak 40 menit/meter, begitu pula sutra, India hanya menggunakan waktu 24
menit/meter, sedangkan Malaysia menggunakan 50 menit/meter. Dengan demikian
berdasarkan teori keunggulan absolut, perdagangan antara India dan Malaysia
tidak akan terjadi, karena India memiliki keunggulan absolut atas kedua jenis
komoditi.
Bila didasarkan pada teori keunggulan
komparatif, perdagangan antara India dan Malaysia masih tetap akan terjadi,
karena secara komparatif India memiliki keunggulan atas sutra dan Malaysia
memiliki keunggulan atas permadani. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan
dasar tukar domestik masing-masing negara, yaitu DTD di India adalah 1 meter
sutra dapat ditukar dengan 0,8 meter permadani, sementara di Malaysia 1 meter
sutra dapat ditukar dengan 1,25 meter permadani. Atau dengan kata lain bahwa di
India harga sutra lebih murah di banding harga permadani (karena ongkos
produksinya hanya 24/50 atau 48 % dari ongkos produksi sutra di Malaysia,
sedang ongkos produksi permadani 30/40 atau 75 % dari ongkos produksi permadani
di Malaysia). Sebaliknya di Malaysia harga permadani lebih murah dibandingkan
harga sutra (karena ongkos produksi permadani adalah 40/30 atau 133,33 % dari
ongkos produksi di India, sedangkan ongkos produksi sutra adalah 208,33 % dari
ongkos produksi di India).
Perbedaan harga komoditi di kedua negara
dapat pula dijelaskan sebagai berikut : harga relatif sutra terhadap
permadani di India sebesar (24/30 = 0,8)
adalah lebih rendah di banding Malaysia sebesar ( 50/40 = 1,25), dan harga
relatif permadani terhadap sutra di Malaysia sebesar (40/50 = 0,8) adalah lebih
rendah di banding India sebesar (30/24 = 1,25).
Menurut Ricardo bahwa keuntungan perdagangan dapat diperoleh kedua negara yang melakukan hubungan perdagangan apabila dasar tukar internasional (DTI) 1 : 1. Dengan DTI 1 : 1, maka India akan memperoleh keuntungan sebanyak 0,2 meter permadani, karena di domestiik 1 meter sutra dapat ditukar dengan 0,8 meter permadani, tetapi melalui perdagangan internasional 1 meter sutra dapat ditukar dengan 1 meter permadani. Selanjutnya, Malaysia memperoleh keuntungan sebanyak 0,25 meter sutra, karena di domestik 1 meter sutra dapat ditukar dengan 1,25 meter permadani, tetapi dengan perdagangan internasional 1 meter sutra dapat ditukar dengan 1 meter permadani, dalam hal ini keuntungan Malaysia adalah berupa efisiensi dalam menukarkan permadani, yaitu dari 1,25 meter permadani menjadi hanya 1 meter permadani untuk memperoleh 1 meter sutra.
Selanjutnya dalam bentuk lain, yaitu banyaknya komoditi yang dapat dihasilkan per tenaga kerja dalam satu hari dengan jumlah jam kerja 8 jam per hari adalah sebagaimana pada tabel berikut :
Tabel 4 : Keunggulan komparatif berdasarkan output per tenaga kerja per hari (8jam kerja) : David Ricardo
Negara
|
Permadani
|
Sutra
|
Dasar
Tukar Domestik (DTD)
|
India
|
16
meter
|
20
meter
|
1 meter sutra = 0,8 meter
permadani
20 meter sutra = 16 meter permadani
|
Malaysia
|
12
meter
|
9,6
meter
|
1 meter sutra = 1,25 meter
permadani
9,6 meter sutra = 12 meter permadani
|
Berdasarkan
tabel 4 setiap tenaga kerja di India dapat menghasilkan permadani dalam sehari
sebanyak 16 meter dan sutra sebanyak 20 meter, sedangkan Malaysia dapat
menghasilkan 12 permadani dan 9,6 meter sutra.
Apabila kedua negara melakukan perdagangan dengan DTI 1 : 1, maka India dapat memperoleh permadani sebanyak 20 meter (ada tambahan 4 meter permadani, yaitu dari 16 meter menjadi 20 meter), dan Malaysia dapat memperoleh sutra sebanyak 12 meter (ada tambahan sebanyak 2,4 meter sutra, yaitu dari 9,6 meter menjadi 12 meter).
Apabila DTD kedua negara atau salah satu negara sama dengan DTI 1 : 1, maka perdagangan antara kedua negara kecil kemungkinan untuk terjadi karena perdagangan luar negeri menghasilkan keuntungan sama dengan perdagangan domestik. Demikian halnya bila DTD kedua negara adalah 1 : 1, maka perdagangan juga tidak terjadi karena salah satu negara akan memperoleh kerugian. Jadi perdagangan yang akan memberi keuntungan kedua negara apabila DTI 1 : 1 berada di antara DTD masing-masing negara.